Jurnalisme dan Pers ini mempunyai hubungan erat, karena pers sebagai perusahaan yang akan menyelenggarakan kegiatan jurnalisme, sedangkan jurnalisme ini kegiatan mencari dan mempublikasikan informasi.Â
Keberadaan pers ini sangat penting bagi sejarah kemerdekaan Indonesia, penggambaran eksistensi pers ini bisa dilihat dalam sebuah media cetak, terutama di masa kolonial, keadaan pada zaman kolonial bisa diketahui dengan media cetak yang diterbitkan oleh bangsa kolonial yang pro terhadap kemerdekaan Indonesia, dengan dibuatnya media cetak maka akan mendorong semangat pejuang kemerdekaan.Â
Keberadaan media cetak pada zaman kolonial juga punya sumbangsih yang besar terhadap peningkatan nasionalisme rakyat Indonesia. Setelah kemerdekaan Indonesia media cetak berubah menjadi audio-visual, pemerintah menggunakan radio RRI, dan TVRI sebagai media komunikasi.
Perkembangan pers dari masa revolusi sampai orde baru sangat miris, karena saat orde baru yang dipimpin oleh soeharto, Pers sangat bersifat sentralistik, semua pemberitaan yang menyinggung pemerintahan akan di seleksi oleh rezimnya. Bahkan pada saat pemerintahan Soeharto banyak pembredelan media massa, seperti media Majalah Tempo dan detik.Â
Sensor kekuasaan rezim pemerintahan soeharto yang sangat kuat ini dikontrol dan dipegang oleh PWI, ketidakadilan yang terjadi kemudian memunculkan AJI (Aliansi Jurnalis Independen).Â
Saat masa ini penerbitan media sangat sulit, karena ketika ingin menerbitkan harus ada izin dari SIUPP (Surat izin usaha penerbitan pers) yang mengatur kebijakan pers. Kebijakan yang dibuat juga menguntungkan untuk kekuasaan pemerintahan soeharto, misalnya komisi uang ketika media akan terbit, dan kepunyaan saham yang harus dipunyai oleh anggota keluarga soeharto. Konglomerasi media yang menguntungkan ini sangat menguntungkan karena kontrol ada di tangan penguasa.
Akhirnya, kepercayaan rakyat terhadap rezim soeharto luntur dan terjadi pelengseran digantikan oleh B.J. Habibie, pada masa reformasi ini pers mengalami kebebasan, demokrasi semakin terdepan, bahkan untuk penerbitan media tidak perlu SIUPP lagi, kegiatan jurnalisme juga diatur dalam UU Pers No.40 Tahun 1999 yang mengatur tentang kebebasan pers.Â
Setelah B.J Habibie ada presiden tetap Gusdur, dia membuat UU yang mendukung demokrasi pers untuk menaungi lembaga AJI untuk mengontrol media. kemunculan Gusdur ini membuat media semakin berkembang pesat sekarang contohnya saja media virtual.
Keberadaan media virtual ini mempunyai dampak positif dan negatif sendiri terhadap perkembangan pers di Indonesia, media digunakan warga untuk kegiatan aktivisme dan pembebasan.
Di ranah virtual ini kolaps media mainstream terjadi, dan digantikan dengan media baru berbasis internet hal ini menyebabkan dampak negatif seperti; terjadinya kebebasan dalam pemberitaan, adanya verbalisasi, kekerasan dalam pemberitaan, akses berita jadi tak terbatas, banyak pemberitaan vulgar, eksotis, dan marak terjadi hoax.Â
Pada masa jurnalisme virtual ini orang lebih suka memberitakan hal negatif yang bisa memunculkan ketakutan dalam masyarakat. Perkembangan jurnalisme virtual ini juga ditandai dengan merebak nya portal berita online yang berkembang pesat dari tahun ke tahun.
Kemunculan berita online ini sangat berhubungan erat dengan generasi millennials, portal berita online pada media sosial seperti Instagram dan YouTube menjadi sumber yang dominan, karena aspek visual, kecepatan dan kredibilitas pemberitaan serta penulisan yang singkat, padat dan jelas. Hal itu menjadi faktor kenapa media cetak seperti Koran sudah jarang diminati dan lebih memilih untuk beralih ke media online.Â
Kemunculan jurnalisme elektronik ini memudahkan bagi penyedia konten bahkan masyarakat bisa turut andil dalam membuat berita. Walaupun ada demokrasi pers tetapi pemberitaan masih homogen, bahkan tanpa memikirkan keakuratan sebuah berita, hal ini menyebabkan kualitas berita di media online bermasalah, karena tingkat ambiguitas yang tinggi dan banyaknya hoax dan distorsi dalam pemberitaannya.
Digitalisasi media yang telah menyasar ke dunia jurnalistik ini berimplikasi pada perkembangan jurnalisme, kecanggihan teknologi bisa memunculkan dampak positif dan negatif bagi penyedia konten berita. Â
Namun, perkembangan yang pesat ini menimbulkan permasalahan dimana jurnalisme online sering tidak diimbangi dengan pembuatan standar aturan penulisan berita online yang benar, akibatnya banyak hoax bertebaran. Media online juga sering dianggap mengabaikan kepentingan publik dengan cepat dalam menampilkan berita namun akurasi nol, hal ini bisa menyesatkan opini publik yang akan berimbas pada perdebatan.
Jadi seharusnya jurnalis online ini tidak mengabaikan prinsip dasar, standar dan prosedur dalam kode etik jurnalistik, dengan memperhatikan kode etik maka jurnalisme akan membawa manfaat untuk kepentingan publik.Â
Selain itu, kita sebagai pengguna sebuah media online harus bijak dalam memilah berita apakah akurat atau tidak, apakah netral atau memojokkan suatu pihak, dan apakah media tersebut bisa disebut ramah untuk semua orang dengan rentan umur berbeda atau tidak. Dengan begitu media pers mempunyai citra yang baik di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H