Mohon tunggu...
Ivan Sampe Buntu
Ivan Sampe Buntu Mohon Tunggu... -

seorang manusia yang masih terus dalam proses yang tidak pernah selesai,

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Artikel Utama

Matinya Cinta

29 April 2015   15:55 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:33 51
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Matinya Cinta
Sebuah refleksi atas hukuman mati yang mengusik nurani

Beberapa hari ini media begitu ramai membicarakan tentang hukuman mati. Tidak ketinggalan media sosial seperti twiter dan facebook ikut membuat ramai peristiwa yang kontroversial ini. Banyak yang bersorak dengan pelaksanaan hukuman mati, tetapi tidak sedikit yang menyatakan penolakan. Semuanya atas satu alasan “atas nama kemanusiaan”. Dan, tidak sedikit yang hanya diam dan apatis, (emangnya gue pikiran), tidak peduli dengan apa yang sedang ramai diperbincangkan. Persoalan ini menarik, karena yang pro dan kontra mempunyai alasan yang sama. Tetapi tidak mungkin menarik dua kongklusi yang benar atas satu peristiwa. Lalu, mana yang benar? Kita tentu tidak sedang mencari siapa benar dan siapa salah, tetapi kita perlu merefleksikan peristiwa yang sedang mengusik suara hati.
Hukuman mati adalah hukuman yang di arahkan pada manusia, dan bukan pada seekor binatang. Hukuman mati sering dianggap paling ideal untuk memberi efek jerah bagi mereka yang akan melakukan kejahatan. Tetapi dalam situasi hukum yang carut marut, hukuman mati bisa menjadi sebuah masalah besar. Baru-baru kita melihat kriminalisasi terhadap pimpinan lembaga KPK, dan bahkan telah menjadi rahasia umum, di mana penyuapan dapat terjadi oleh oknum-oknum yang bekerja di lembaga Iustitia. Kalau hukuman mati menjadi sebuah pilihan, maka pertanyaannya adalah, apakah kita dapat memastikan bahwa disana tidak ada manipulasi hukum?
Alangkah mengerikan ketika situasi ini juga digunakan oleh oknum-oknum tertentu untuk menjebak seseorang dengan narkoba dan akhirnya orang tersebut dihukum mati (baca kisah Mary Jane yang divonis mati). Apa yang tidak bisa di negara yang bahkan oknum penegak hukumnya terlibat dalam berbagai kasus suap dan korupsi. Kita tidak sedang menentang hukuman mati karena PBB telah bersuara lantang. Tidak! Karena PBB pun harus dikritik, mengapa diam ketika terjadi eksekusi mati terhadap TKI di beberapa negara seperti Arab Saudi. Tetapi kita berteriak karena nurani kita sedang terusik, terhadap hak paling dasar manusia yang sedang terkoyak, di mana aku dan kamu ada didalamnya sedang memberi mandat terhadap kekuasaan.
Panggung kita hari ini akan di ganti dengan sebuah konsep baru tentang nilai kemanusiaan. “Menegakkan hak asasi manusia dengan jalan merampas hak paling dasar manusia”, inilah nilai baru itu. Panggung ini akan mulai mempertontonkan kepada anak-anak kita bagaimana kemanusiaan ditegakkan dengan jalan mencabut hak paling dasar manusia. Manusia yang unik karena mempunyai rasa cinta akan segera diubah eksistensinya menjadi serigala buas (homo homini lupus). Nilai cinta yang menjadi keunikan pada diri manusia, dalam ungkapan Platon "cinta itu daya manusia yang memiliki keterarahan pada sang Baik". Sayangnya keunikan ini telah mati, sehingga yang ada hanyalah makhluk tanpa cinta. St. Paulus menyebut tanpa cinta aku bagai gong yang gemerincing", tiada makna apa-apa. Sebentar lagi panggung-panggung itu akan mempertontonkan nilai-nilai baru dari hasrat kebuasan atas nama kemanusiaan. Mungkin kalimat ini tepat bagi mereka yang sedang bersorak untuk sebuah nyawa” Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama berteriak memberi dukungan untuk hukuman mati
Refleksi ini pastilah subjektif, karena memang berasal dari subjek yang sedang merinding mendengar gong kematian nyawa-nyawa manusia yang dirampas hak hidupnya atas nama kemanusiaan. Ivan

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun