Iva Larasati   -   Jum'at, 12 Mei 2023
Â
Persoalan yang timbul oleh karena adanya ketentuan milik penuh mengenai zakat pinjaman ini, apakah zakatnya wajib atas orang yang meminjamkan berdasarkan bahwa ia adalah pemiliknya yang sebenarnya ataukah atas orang yang meminjam berdasarkan bahwa dialah yang menggunakan dan memperoleh keuntungan dari pinjaman itu. Ataukah keduanya tidak wajib berzakat, atau sebaliknya keduanya sama-sama wajib berzakat. Mengenai yang terakhir tidak ada seorang pun yang mengatakannya oleh karena adanya ketupangtindihan tanggung jawab.
Sebaliknya Ikrima dan 'Atha berpendapat keduanya tidak wajib berzakat, "Yang meminjam tidak mengeluarkan zakatnya begitu pula yang meminjamkan sampai kekayaan itu berada kembali di tangannya." Ibnu Hazm meriwayatkan pula dari Aisyah, "Pinjaman tidaklah wajib zakat." Pengertinnya adalah bahwa zakat tidaklah wajib baik atas yang memberi pinjaman maupun atas yang meminjam. Ibnu Hazm menguatkan hal itu, sedangkan ia merupakan salah seorang penganut mazhab Zahiri.
Sebelum melanjutkan ke pembahasan ini, saya ingin mengasih tau terlebih dahulu soal
"Apasih Mazhab Zahiri?" dan "Apakah Mazhab Zahiri itu masih ada?"
Apa itu Mazhab Zahiri ?
Mazhab Zahiri adalah salah satu mazhab fiqih dan akidah dalam lingkup ahlus sunnah yang mencapai masa jayanya semenjak abad ke-3 hingga ke-8 H. pengikut mazhab ini mengimani secara harfiah ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadis sebagai satu-satunya sumber hukum islam.
Apakah Mazhab Zahiri masih ada ?
Meskipun ajaran zahiri terus bertahan terutama dikalangan ulama dan ahli hadis, masyarakat mulai jarang mengikuti mazhab ini sehingga banyak ahli sejarah mulai menyatakannya telah punah. Saat ini, mazhab ini masih diikuti oleh komunitas-komunitas kecil di Maroko dan Pakistan.
Nah, itu sedikit penjelasan yang saya ketahui tentang mazhab tersebut. Selanjutnya, kita kembali ke pembahasan awal.
Hal itu oleh karena pemikiran kekayaan itu tidaklah penuh. Dari pihak meminjam, kekayaan itu bukanlah miliknya, kekuasannya bukanlah kekuasaan sebagai pemilik tetapi hanyalah pemakai dan pengambil manfaat, sedangkan kekayaan itu masih tetap milik yang empunya dapat mengambilnya kembali kapanpun ia kehendaki. Dan dari pihak yang meminjamkan, kekayaan itu tidaklah secara nyata berada di tangannya tetapi digunakan dan dimanfaatkan oleh orang lain, yang dengan demikian berarti bahwa pemilikannya tidaklah penuh.
Terdapat pendapat lain yang didalam al-Amwal dikatakan berasal dari Nakha'I bahwa zakat pinjaman dibebankan kepada orang yang menikmatinya, apabila ia mengulur-ulur membayarnya. Yaitu wajib atas orang yang menggunakan dan memperoleh keuntungan daripadanya secara konkret. Bila kita mempunyai piutang pada pendagang, misalnya, yang menginvestasikan dan memperoleh dari keutungan dari pinjaman itu tetapi ia mengulur-ulurkan membayarnya, maka zakat menurut pendapat ini wajib atas orang tersebut bukan atas kita.Â