Penulis menangkap pernyataan itu memperlihatkan jati diri dan karakter seorang Andri Tedjadharma sebagai seseorang yang nasionalis. Mementingkan kebaikan negara dan rela berkorban.
Darah Pejuang
Menelusuri sosok Andri Tedjadharma, rupanya memang mengalir darah pejuang di tubuhnya. Ayahnya adalah seorang pejuang dalam agresi kedua tahun 1945 sampai 1948. Seorang pejuang di Lampung dan Palembang sebagai anggota polisi militer resimen III.
Setelah ayahnya wafat, Andri diangkat anak oleh Letjen (Purn) Himawan Soetanto. Himawan Soetanto adalah anak dari pahlawan nasional. Tokoh penting dalam pertempuran 10 November di Surabaya, Raden Muhammad Mangoendiprojo.
Himawan Soetanto adalah seorang jenderal yang dikenal karena karier militernya yang panjang dan cemerlang. Ia menghabiskan sebagian besar kariernya di kesatuan Siliwangi, di mana banyak terlibat dalam berbagai operasi militer penting.
Salah satu operasi terkenal yang dipimpinnya adalah penumpasan pemberontakan Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan pada tahun 1964. Himawan dan pasukannya berhasil merebut kembali pusat pemberontakan dan menghancurkan kekuatan utama pemberontak.
Himawan Soetanto di mata masyarakat dilihat jenderal yang mengayomi. Hal ini lantaran sikapnya yang memilih pendekatan persuasif dalam menangani aksi protes mahasiswa atas pencalonan kembali Soeharto sebagai presiden, tahun 1978.
Andri menjadi anak angkat dari Himawan Soetanto, karena kedekatan hubungan keluarga sejak Himawan bertugas menjadi Pangdam di Palembang. "Waktu Pak Himawan diberi tugas menjadi Panglima UNEF, hampir setiap hari saya main dengan anak-anak Pak Himawan sampai melekat di Kota Bandung dan Jakarta," tutur Andri mengenang perjalanan hidupnya.
Kembali merefleksi kehidupan yang dialaminya selama 26 tahun terakhir, Andri  menghela napas. Terlihat beban penderitaan di pundaknya.
"26 tahun masa produktif saya hilang karena tuduhan pemerintah dalam kasus BLBI. Nama baik pribadi dan keluarga tercemar. Padahal, sudah terbukti BCI tidak terima BLBI. Apalagi, diri saya pribadi," cetusnya.
"Sekarang saya dizalimi dengan harta pribadi saya disita dan mau dilelang. Saya engga tahu lagi mau bicara apa ke pemerintah ini. Mereka sepertinya sudah tidak lagi peduli dengan hukum dan kebenaran. Hanya menunjukkan kekuasaan," ungkapnya.