Jelang hari kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, semestinya menjadi hari-hari yang membawa suasana gembira di hati seluruh rakyat Indonesia. Â Nyatanya, tidak demikian. Salah satunya, Andri Tedjadharma.
Tampak sekali, Andri Tedjadharma sebagai pemegang saham Bank Centris Internasional, kecewa dengan negara dan pemerintah saat ini. Pasalnya, negara dan pemerintah yang dia harapkan bijaksana mengayomi seluruh rakyat dan warga negara, justru sebaliknya, bertingkah tak ubahnya pemerintah kolonial atau penjajah.
Bagaimana tidak, Andri menegaskan, dirinya bukanlah penanggung utang negara. Tapi, pemerintah dengan seenaknya sendiri, menuduhnya sebagai penanggung utang.
Kemudian, tanpa ada satupun keputusan pengadilan, pemerintah menyita dan melelang harta pribadi dan keluarganya.
Lahan di Bali seluas 3, 2 hektar, lahan di Bandung, villa di Bogor dan kantor. Bahkan, rencananya 12 Agustus ini, rumah milik istrinya di Meruya Jakarta, juga akan disita.
"Sertifikat lahan di Bali yang disita, masih berada di tangan saya. Kok, bisa, pemerintah mau main lelang aja? Sudah pasti, kalau ada masyarakat yang beli lahan itu, nantinya akan dirugikan. Karena sertifikatnya ada di tangan saya," ungkap Andri.
"Gila. Itu benar-benar gila, dan itu sama saja pemerintah melakukan perampasan dan perampokan terhadap rakyatnya, warganya," ujarnya seraya tak habis pikir dengan tindakan pemerintah sekarang ini. "Apa  bedanya pemerintah sekarang dengan yang dilakukan pemerintah kolonial?"
Aib Negara
Sejak tahun 2000, dalam persidangan gugatan BPPN melawan Bank Centris di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Andri Tedjadharma sudah berusaha untuk meredam dan tidak membuka hal yang dia ketahui, bahwa telah terjadi perbuatan penipuan dan penggelapan terhadap bangsa dan negara Indonesia yang dilakukan oknum-oknum di Bank Indonesia (BI) dalam penyaluran dana BLBI.
Oknum-oknum di BI itu melakukan perbuatan "bank dalam bank di Bank Indonesia". Dengan perbuatan ini, mereka telah menggelapkan uang negara melalui call money over night bekerjasama dengan bank-bank lain.
"Itu semua ditunjukkan dari bukti-bukti yang diajukan jaksa mewakili BPPN. Bukti-bukti itu berupa hasil audit BPK yang telah disahkan majelis hakim PN Jaksel. Jadi, bukti-bukti itu datang dari penggugat sendiri, yakni BPPN. Bukan datang dari kami," jelas Andri.
Pada saat mengetahui bukti-bukti itu, Andri mengaku sudah meminta kepada jaksa selaku pengacara negara, untuk menarik bukti-bukti tersebut. "Waktu itu, saya katakan ke jaksa, tarik bukti-bukti itu. Itu aib negara," tuturnya.