Mohon tunggu...
Iva Faizah
Iva Faizah Mohon Tunggu... -

Mahasiswi Magister Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi Dan Ekonomi Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Lebih Sekedar Amal, Wakaf Menjadi Instrumen Pengentasan Kemiskinan

31 Januari 2017   00:22 Diperbarui: 31 Januari 2017   01:03 456
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kemiskinan dan kesenjangan sosial menjadi suatu permasalahan ekonomi setiap negara terutama negara berkembang seperti Indonesia. Bahkan di Indonesia, kemiskinan telah menjadi penyakit yang turun menurun selalu diderita oleh masa pemerintah dari semenjak sebelum dan setelah reformasi. Sampai saat ini jumlah penduduk miskin di Indonesia masih cukup besar per Maret 2016,

 jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan) di Indonesia mencapai 28,01 juta orang (10,86 persen), berkurang sebesar 0,50 juta orang dibandingkan dengan kondisi September 2015 yang sebesar 28,51 juta orang (11,13 persen). Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada September 2015 sebesar 8,22 persen, turun menjadi 7,79 persen pada Maret 2016. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 14,09 persen pada September 2015 menjadi 14,11 persen pada Maret 2016. (BPS.go.id)

Walaupun terjadi penurunan pada tahun 2016 dari tahun sebelumnya, namun angka tersebut masih cukup besar. Dengan jumlah 28,01 Juta Jiwa Penduduk miskin di Indonesia maka jika dianalogikan setiap penduduk melakukan pengeluaran sebesar Rp.1 juta setiap bulan maka Indonesia harus mendapatkan 28,01 Triliun rupiah setiap bulan untuk menghidupi masyarakat miskin dan mengubah statusnya dari masyarakat miskin.

Melihat begitu besar ternyata kebutuhan Indonesia untuk mengentaskan kemiskinan, harusnya Indonesia bisa mengambil potensi lain untuk mendanai atau mengatasi permasalahan tersebut selain mengandalkan dari pendapatan nasional dan utang luar negeri. Sebenarnya Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dari sisi lain salah satunya adalah wakaf.

Wakaf yang disyariatkan dalam agama Islam memiliki dua dimensi sekaligus, yakni dimensi religi dan dimensi sosial ekonomi atau dalam istilah Islam disebut dengan Hablu mminallah dan Hablu mminannas. Pada dimensi religi karena wakaf merupakan anjuran agama Allah yang perlu dipraktikan oleh penduduk muslim sebagai bentuk ibadah, sehingga apa yang pemberi wakaf (waqif) lakukan tersebut mendatangkan pahala dari Allah SWT karena menaati perintahnya. Dimensi sosial ekonomi karena syariat wakaf mengandung unsur ekonomi dan sosial, dimana kegiatan wakaf melalui uluran tangan sang pemberi wakaf telah membantu sesamanya untuk saling tenggang rasa.

Wakaf merupakan instrumen ekonomi Islam yang sudah ada semenjak awal kedatangan Islam. Wakaf telah terbukti dapat menjadi instrumen jaminan sosial dalam rangka membantu kaum yang lemah untuk memenuhi hajat hidupnya. Optimalisasi wakaf bisa lebih luas dibandingkan dengan zakat, karena tidak ada kualifikasi penerima wakaf.

Berdasarkan Undang-Undang No 41 Tahun 2004 tentang wakaf pasal 16 bahwa objek wakaf tak hanya terbatas pada benda tak bergerak, namun harta bergerak seperti uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan dan lain-lain.

Berlandasakan pada jumlah penduduk muslim yang sekitar 85% dari total penduduk Indonesia, maka Indonesia memiliki potensi penerimaan dana wakaf yang sangat besar. Jika kita asumsikan 100 juta penduduk muslim Indonesia mau berwakaf Rp.100 ribu per bulan, maka wakaf uang yang bisa dikumpulkan per bulan mencapai 10.000.000.000.000, melihat begitu besar potensi wakaf yang terdapat di Indonesia, dapat menjadi salah satu solusi bagi pemerintah Indonesia untuk membantu mengentaskan kemiskinan, dengan memanfaatkan dana wakaf tersebut.

Dana wakaf yang terkumpul tersebut selanjutnya dapat didistribusikan kepada masyarakat kategori miskin, untuk kemudian dikelola atau diproduktifkan dengan sistem pengawasan. Sehingga masing-masing penerima dana wakaf tersebut akan dapat bertanggung jawab dan dapat menghasilkan keuntungan atau profit dari pengelolaan dana tersebut, dengan tujuan pengentasan kemiskinan dan penciptaan masyarakat yang mandiri. Apabila pemerintah melalui kementrian ataupun lembaga non-pemerintahan atau yayasan dapat bekerjasama untuk melakukan pengelolaan potensi yang sangat besar dari wakaf tersebut, tidak menutup kemungkinan bahwa permasalahan yang terus menerus menghantui Indonesia dapat teratasi, dan dapat tercipta masyarakat Indonesia yang sejahtera dan mandiri.

Wallahu A’lam Bissowab

Penulis : Iva Faizah, Mahasiswi Magister Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam, UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun