Wregas Bhanuteja
Prenjak memenangkan Le Prix Découverte Leica Cine untuk film pendek terbaik yang dipilih dari 10 film yang diputar dalam kompetisi. Kesepuluh finalis ini disaring dari 1500-an film pendek yang dikirim ke panitia festival!
Sebelumnya, nama Wregas telah muncul di khazanah perfilman dunia dalam ajang 65th Berlin International Film Festival, Berlinale 2015 dan 39th Hong Kong International Film Festival 2015 lewat karya yang sama berjudul Lembusura. Meski tak mendapat penghargaan, pengalaman ini telah menempa Wregas untuk makin serius dalam berkarya.
Sejak bangku sekolah, Wregas memang telah akrab dengan sinema. Film pertama Wregas dibuatnya ketika ia masih duduk di bangku SMA di Yogyakarta. Kelak setelah menempuh studi di Institut Kesenian Jakarta, ia masih setia dengan akarnya: Yogyakarta. Ini terlihat jelas di beberapa karyanya, dari mulai Lemantun (2012) Lembusura (2014), hingga Prenjak, setting hingga semua dialognya menggunakan bahasa Jawa. Hanya karya awalnya yang berjudul Senyawa (2012) yang masih bercita rasa 'Jakarta'.
Film berjudul Lemantun bahkan terinspirasi dari cerita keluarganya sendiri yang membahas soal warisan berupa lemari (Lemantun adalah bahasa Jawa halus untuk lemari). Ceritanya unik namun dituturkan dengan sederhana tanpa berusaha keras menjadi artistik. Sungguh sebuah sajian narasi yang menarik.
Mungkin di sinilah salah satu keistimewaan Wregas. Ia memiliki akar yang kuat menancap. Di mana pun ia berada, Wregas tetap mengusung jatidirinya tanpa harus terjebak hal-hal klise ala modernitas dunia kontemporer.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H