ASEAN, merupakan sebuah Organisasi Regional yang mecakup negara-negara di Asia Tenggara.  Organisasi ini dibentuk pada tahun 1967 di Bangkok, Thailand melalui deklarasi Bangkok yang di tandatangani oleh pada pendiri ASEAN pada saat itu antara lain : Indonesia, Malaysia, Singapura, Filipina dan Thailand. Lalu di Lanjut bergabungnya negara lain Asia Tenggara Lain seperti Brunei Darussalam pada 7 Januari 1984, Vietnam pada 28 Juli 1995, Laos dan Myanmar pada 23 Juli 1997 dan diikuti oleh Kamboja pada 30 April 1999.
Assosiation of Southeast Asian Nations atau yang biasa kita sebut sebagaiSecara Geografis, negara-negara anggota ASEAN memiliki posisi yang saling berdekatan antara satu sama lain. hal ini juga menyebabkan negara anggota ASEAN rentan akan terjadinya konflik-konflik internal. berbagai konflik-konflik seperti perebutan wilayah, konflik di daerah perbatasan, dan yang akan menjadi topik kita kali ini yaitu Transnational Crime.Â
Transnational Crime atau bisa disebut kejahatan lintas negara adalah suatu pelanggaran yang dilakukan dengan melibatkan lebih dari satu negara dan menimbulkan efek langsung atau tidak langsung. Transnational crime juga dapat diartikan sebagai pelanggaran yang melintasi batas internasional atau mempengaruhi kepentingan lebih suatu negara. Beberapa kategori kejahatan yang termasuk dalam kejahatan transnasional menurut PBB adalah: perdagangan narkoba, perdagangan orang, perdagangan organ, perdagangan kekayaan budaya, pemalsuan, pencucian uang, kegiatan teroris, pencurian kekayaan intelektual, perdagangan gelap senjata, pembajakan pesawat, pembajakan laut, pembajakan tanah, penipuan asuransi, kejahatan lingkungan, penipuan kebangkrutan, penyusupan bisnis legal, korupsi dan penyuapan pejabat publik, dan pelanggaran oleh kelompok kriminal yang terorganisir.
Di ASEAN sendiri, salah satu kasus dari transnational crime yang banyak terjadi adalah human trafficking atau trafficking in person. Human trafficking atau perdagangan manusia menurut United Nations Office on Drugs and Crime adalah suatu tindak perekrutan, pengangkutan dan penyembunyian orang dengan cara paksa dan penipuan dengan tujuan mengeksploitasi mereka demi kepentingan pihak-pihak tertentu. Perdagangan manusia (human trafficking) disebabkan oleh beberapa hal, seperti :
- Diskriminasi gender: Salah satu tujuan utama perdagangan manusia adalah untuk eksploitasi seksual. Akibatnya, perempuan dan anak perempuan lebih rentan terhadap kejahatan ini. Menurut ILO, 98% dari semua korban adalah anak perempuan dan perempuan yang diperdagangkan untuk tujuan bekerja sebagai pekerja seksual.
- Status ekonomi: Kemiskinan merupakan salah satu penyebab utama yang mendorong orang-orang terlibat dalam perdagangan manusia (human trafficking). Kebanyakan korban dari kejahatan ini adalah orang-orang miskin dan pengangguran. Orang-orang yang memiliki keterbatasan finansial memberikan peluang yang besar bagi para pedagang manusia karena tawaran penipuan biasanya diterapkan sebagai pendekatan untuk memikat korban.
- Rendahnya kesadaran akan perdagangan manusia: Para korban kurang memiliki kesadaran akan perdagangan manusia. Sedikitnya 50% perempuan teruatama di Vietnam yang dalam statistik memiliki tingkat perdagangan manusia tertinggi memiliki pengetahuan tentang bahaya perdagangan manusia. Namun banyak yang tidak peduli karena mereka juga hidup dalam kesulitan. Janji manis tentang upah yang tinggi jika mereka pindah ke negara asing membuat para korban semakin yakin bahwa kehidupan mereka dapat berubah.
Menurut World Health Organization (WHO), perdagangan manusia (human trafficking) memiliki beberapa dampak terhadap kesehatan dan dampak lainnya bagi manusia. Dampak tersebut adalah:
- Kesehatan mental yang buruk adalah efek kesehatan yang dominan dan jelas merugikan. Konsekuensi psikologis meliputi: depresi, post- traumatiic stress disorder (PTSD) dan gangguan kecemasan lainnya, pikiran bunuh diri, dan kondisi somatik termasuk disfungsi fisik.
- Penggunaan obat dan alkohol secara paksa sering terjadi dalam kasus seksual trafficking. Obat-obatan dan alkohol digunakan sebagai alat untuk mengontrol individu untuk dapat diperdagangkan, menghasilkan keuntungan atau mengatasi masalah individu yang menjadi korban perdagangan manusia.
- Mendapatkan isolasi sosial, seperti dilarang mengkontak/menghubungi keluarga atau pembatasan ruang gerak seseorang, digunakan untuk mempertahankan kekuasaan atas orang dalam situasi trafficking.
- Ketidakamanan hukum bagi orang yang melakukan perjalanan lintas batas, terutama ketika pedagang atau pengusaha menyita dokumen identitas atau memberikan informasi palsu tentang hak, termasuk akses ke layanan kesehatan. Orang yang diperdagangkan tidak mungkin diakui sebagai korban kejahatan melainkan diperlakukan sebagai pelanggar migrasi, tenaga kerja atau prostitusi hukum dan ditahan di pusat penahanan atau dipenjarakan sebagai imigran ilegal.
- Perdagangan manusia juga memiliki dampak negatif pada pasar tenaga kerja, yakni menimbulkan hilangnya sumber daya manusia yang tidak dapat diperoleh kembali, yang berakibat melemahnya sumber daya manusia. Sehingga akan berdampak terhadap produktivitas dan sumber pendapatan pemerintah di masa mendatang yang akan memperlambat perkembangan kemajuan perekonomian negara.
Dalam menangani kasus kejahatan perdagangan manusia, ASEAN telah melakukan berbagai upaya diantaranya, pada tahun 2004 melakukan penentangan melalui The ASEAN Declaration Against Human Trafficking in Persons Particularly Women and Children. Pada tahun 2009, menerbitkan blueprint dari Komunitas Politik-Keamanan ASEAN. Deklarasi tahun 2004 juga diperbaharui di tahun 2015 yakni  ASEAN Convention Against Human Trafficking in Persons, Especially Women and Children (ACTIP).
ASEAN Declaration Against Human Trafficking in Persons Particularly Women and Children pada tahun 2004 berisi langkah-langkah yang dilakukan ASEAN dalam memerangi perdagangan manusia yaitu:
- Membangun berbagai jaringan regional di kawasan Asia Tenggara untuk mencegah dan memberantas perdagangan orang, khususnya perempuan dan anak-anak.
- Mengadopsi berbagai langkah-langkah yang berfungsi memperkuat dan melindungi legitimasi dari paspor, identitas dan dokumen perjalanan resmi lainnya dari masing-masing negara ASEAN, sehingga mempersulit adanya penipuan.
- Melakukan pertukaran informasi dan hasil pandangan dengan rutin antar negara-negara ASEAN.
- Memperkuat dan mengintensifkan kerja sama antara pihak imigrasi dan pihak penegak hukum lainnya.
- Memisahkan korban perdagangan manusia dari para pelaku, mengidentifikasi negara asal dan kebangsaan dari para korban perdagangan manusia, memastikan secara detail apakah para korban diperlakukan secara manusiawi atau tidak, diberikan kebutuhan medis, memulangkan kembali para korban ke negara asalnya.
- Melakukan berbagai tindakan melindungi hak asasi manusia dan martabat dari para korban perdagangan manusia.
- Menjalankan tindakan koersif dan menghukum individu atau organisasi yang terlibat dalam perdagangan manusia.
Blueprint pertama Pilar Politik dan Keamanan tahun 2009 telah menyinggung mengenai permasalahan perdagangan manusia, namun belum seberapa penting tertuang. Dalam blueprint ini juga dijelaskan bahwa ASEAN akan mendorong pemerkuatan respon untuk kejahatan perdagangan manusia, yang juga melindungi para korban perdagangan manusia sesuai dengan yang tertuang dalam ASEAN Declaration Against Trafcking in Persons Particularly Women and Children, dan dari konvensi serta protokol internasional terkait kejahatan perdagangan manusia. Blueprint tersebut nyatanya belum dapat memberi perhatian lebih terhadap kejahatan perdagangan manusia, yang kemudian diperbaharui dalam blueprint ASEAN Political-Security Community (APSC) tahun 2015. APSC dianggap sebagai solusi untuk menangani kasus perdagangan manusia di Asia Tenggara karena APSC telah mencakup beberapa hal pokok yang telah tercatat di United Nations Development Programe (UNDP) tahun 1994. APSC juga dijadikan sebagai landasan bagi seluruh anggota ASEAN guna berperan secara aktif dalam merespon isu-isu keamanan di kawasan regional.
Upaya-upaya yang tertuang dalam blueprint APSC 2015 yakni:
- Memastikan peratifikasian deklarasi ASEAN terhadap human trafficking di tahun 2014 terimplementasikan dengan efektif.
- Mendorong peratifikasi dan implementasi dari UN Convention Against Transnational Organised Crimes, dan Protocol Against Smuggling of Migrants by Land, Sea and Air.
- Memperkuat tindakan peradilan pidana dan memperkuat langkah-langkah pencegahan perdagangan manusia.
- Meningkatkan kerja sama dalam memberantas perdagangan dan penyelundupan manusia dengan para negara-negara anggota ASEAN dan pihak eksternal.
ASEAN kemudian menindak lanjuti dengan adanya membuat kesepakatan yang bernama ASEAN Declaration Convention Anti Trafficking in Persons, especially Women and Children (ACTIP-WC). ACTIP kemudian membentuk ASEAN Plan of Action Against Trafficking in Persons, Especially Women and Children (APA) yang merupakan rencana dalam menghadapi isu human trafficking. APA juga sebagai upaya ASEAN dalam mematuhi kewajiban internasional dan juga berperan secara efektif menangani tantangan-tantangan keamanan regional Asia Tenggara, khususnya perdagangan manusia.Â
Serangkaian upaya yang telah ASEAN dalam memerangi isu human trafficking, berlandaskan kepada konsep human security terutama terhadap person security (keamanan individu). Person security yaitu adanya ancaman dan kekerasan terhadap korban perdagangan manusia, pemerkosaan, penjualan organ tubuh dari oknum perdagangan manusia baik di dalam Asia Tenggara maupun oknum diluar Asia Tenggara, yang mana dilakukan secara terorganisir.
"Artikel ini sebagai salah satu syarat Tugas II Mata Kuliah Organisasi Internasional dengan Dosen Pengampu: Fadlan Muzakki, S.IP., M.Phil., LLM."
Daftar Pustaka:
Lautensach, A & Lautensach, S (Eds). 2020. Human Security in World Affairs Problems and Opportunities 2nd edition. Canada: University of Northern British Columbia.
Muthiah Alagappa. 1998. Rethinking Security in Asian Security Practice: Material and Ideational Influences. California: Stanford University Press
UNDP. Human Development Report 1994. 1994. New York: Oxford University Press
Hassmann, R. E. 2012. Human Security: Undermaining Human Rights. Human Rights Quarterly, Vol. 34, No. 1.
Nguyen, dkk. 2020. Human Trafficking in Vietnam: The Issues and Responses of the Vietnamese Government. International Journal of Innovation, Creativity and Change. Vol. 13, No. 7.
Duong, K.A. 2012. Human trafficking in a globalized world: Gender aspects of the issue and anti-trafficking politics. Journal of research in gender studies, Vol. 2 No. 1.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H