Mohon tunggu...
Itsny N
Itsny N Mohon Tunggu... Lainnya - seseorang yang mencoba menjadi lebih baik.

Belajar baca belajar tulis :)

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Hikmah Kecil Sebuah Musibah Besar

1 April 2020   00:01 Diperbarui: 1 April 2020   00:03 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya adalah orang rumahan. Lebih suka menghabiskan waktu di dalam rumah daripada di luar rumah. Bukan berarti tidak suka. Hanya, jika dibuat statistika, waktu di rumah lebih banyak daripada di luar. Coret. Waktu saya banyak saya habiskan di kantor. Ha.....

Tapi saat ini, tentu saja, sudah 15 hari saya tidak ke kantor. Senang? Tentu senang. Sudah 15 hari tanpa bermacet-macet di pagi dan sore hari. Bandung, kapan tidak macet? Ha..ha.. Tapi hanya karena saya orang rumahan, tidak berarti tidak bosan juga.

Rindu....rindu melihat matahari yang naik di pantulan spion. Rindu melihat rel kereta dari atas jembatan. Rindu melihat senja yang berbalut embun hujan rintik-rintik. Rinduuuuu......rindu menepati janji temu untuk minum kopi dengan teman.

Rasa bosan ini bukan karena saya tidak ada pekerjaan. Wfh, means you work even you're at home, kan. Malah pekerjaan ini berlipat karena collided, apa ya? Saling bertubrukan? (mohon maaf kosa kata bahasa Indonesia saya buruk tapi tidak berarti saya fluent dalam bahasa asing juga sih..) dengan pekerjaan rumah. Malah jadi berantakan rutinitas tiap menitnya. Sedang hot-hot-nya kerja, orang rumah minta makan. Ya...buyarr langsung. Dan untuk mulai kembali....bisa dibilang, kalau mobil, saya panasnya lama haha.

Di selang-selang pemanasan itu, rasa sepi mulai merayapi diri. Padahal di rumah, saya tidak sendirian. Entah mengapa dan bagaimana, saya sering sibuk bercakap-cakap sendiri dalam pikiran. Mungkin karena otak saya kurang sibuk? Saya tidak tahu. Atau saya punya mental issue? Semoga tidak. Saat ini terjadi, muncul dorongan untuk menulis. Kali ini, teringatlah saya bahwa saya punya akun Kompasiana.

Setelah berhasil log in karena lupa password, saya mulai menjelajah apa yang pernah saya tinggalkan ini. Tidak banyak postingan yang saya buat padahal saya sudah punya akun ini dari 2011. Postingan saya pun mayoritas puisi. Lebih tepatnya 90% adalah puisi.

Saya mengingat kembali mengapa saya jarang menulis sesuatu selain puisi. Jawaban yang saya temukan adalah rendahnya tingkat percaya diri. Saya tidak pintar. Tidak pula cerdas. Saya tidak pandai merangkai kata yang menarik pembaca. Tidak pula saya cukup lucu untuk membuat pembaca tertawa dan senang dengan apa yang saya tuliskan. Saya kerap kesulitan menemukan kata yang tepat yang dapat menggambarkan maksud yang ingin saya sampaikan. Ya, tampaknya saya harus belajar lagi Bahasa Indonesia dari A sampai Z.

Berbeda dengan puisi yang bisa mewakili perasaan dan kegalauan saya tanpa perlu banyak berkata-kata, tanpa perlu menjadi lebih terbuka. Melalui puisi, saya masih dapat mengatakan saya hadir walau saya berada di kolong meja. Puisi menjaga saya untuk tidak terluka atau pun melukai. Apa kah itu berarti saya seorang pengecut? Seseorang yang akan menyindir daripada mengatakan masalahnya secara langsung pada orang yang bersangkutan.

Nah, jadi ngelantur. Saya jadi lupa, apa sebenarnya yang ingin saya sampaikan lewat tulisan ini.

Waktu pelajaran Bahasa Indonesia dulu, bab mengarang, diajarkan untuk membuat kerangka berpikir...mulai dari topik pembahasan hingga peta pembahasan per paragraf. Saya tidak pernah melakukan itu. Bahkan saat buat skripsi dulu. Untungnya masih bisa lulus (mungkin kampus terpaksa ya...). Ya, akibatnya tulisan yang dibuat hanya berupa curhatan dibanding sebuah artikel informatif yang bermanfaat bagi siapa pun yang membaca.  

Intinya, saya mencoba menulis sesuatu di luar puisi sebagai memorandum kembalinya saya berusaha menulis lagi (sudah sembilan tahun, kata kuncinya masih 'berusaha'). Saya percaya dengan menulis saya bisa mengembangkan daya pikir saya. Walau saya tidak tahu alasan saya mempercayai itu. Kalau pun bukan atas kepercayaan itu, saya kerap memiliki dorongan untuk menulis meski setiap kali, saya tidak tahu apa yang harus atau ingin saya tulis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun