Pernahkah kalian membayangkan jika buku akan menjadi barang yang langka? Buku-buku atau majalah cerita yang menemani masa kecil kita akan menjadi barang yang sulit ditemukan di masa depan. Buku sendiri merupakan kumpulan lembaran kertas berisi tulisan atau gambar yang dijilid dan biasanya memiliki sampul di luarnya. Banyak orang menulis buku untuk mencatat berbagai hal penting, seperti mencatat sejarah, pelajaran, kamus, dan lain lain. Sebelum adanya internet, seseorang yang memiliki banyak buku dianggap sebagai orang yang mampu atau memiliki kekayaan yang lebih karena menunjukan tingkat pendidikan atau status seseorang.
Buku menyajikan data atau informasi yang lengkap, mendalam, dan terorganisir, membuat pembaca lebih mudah menemukan informasi yang dibutuhkan. Sehingga, sering digunakan sebagai patokan utama dalam mencari informasi mengenai suatu topik permasalahan. Saat ini, banyak orang yang lebih memilih untuk menulis jurnal daripada menulis buku dikarenakan beberapa faktor, seperti kecepatan publikasi, kebutuhan akademis, dan pembiayaan.
Kecepatan publikasiÂ
Kecepatan publikasi buku seringkali membutuhkan waktu yang lebih lama daripada jurnal. Konteks penulisan buku yang lebih mendalam dan waktu yang digunakan untuk revisi ataupun proses penyuntingan yang panjang. Sedangkan jurnal cenderung lebih cepat dipublikasikan karena konteks penulisan jurnal sendiri membicarakan suatu topik dalam ruang lingkup yang lebih kecil daripada buku.
Kebutuhan akademisÂ
Ya, memang banyak perguruan tinggi yang mewajibkan mahasiswa untuk membuat suatu tulisan ataupun penelitian dalam bentuk jurnal ketimbang buku. Itu dikarenakan buku membicarakan topik secara menyeluruh untuk membuat tulisan yang terstruktur dan naratif. Sebaliknya, sebuah jurnal lebih fokus terhadap laporan penelitian yang membutuhkan keterampilan sistematik yang baik, seperti merancang dan menganalisis hasil.
PembiayaanÂ
Seorang penulis buku harus mengeluarkan biaya untuk setiap buku yang akan diterbitkannya. Semua biaya penyuntingan, desain sampul, produksi cetak, promosi ditanggung oleh penulis. Berbeda dengan jurnal, biaya yang digunakan biasanya ditanggung oleh institusi atau penerbit daripada penulis sendiri. Jurnal seringkali mendapatkan bantuan dana dari instansi atau lembaga. Karena jurnal yang dipublikasikan membuat nama instansi menjadi dikenal banyak orang.
Selain itu, para penulis buku memiliki tantangan besar selain faktor-faktor yang telah disebutkan, yaitu pembajakan buku. Dilansir dari website Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) bahwa 43 tahun yang lalu Indonesia pernah membuat pertemuan dengan DPR RI mengenai pembajakan buku. Pada tahun 1988, Tim Penanggulangan Masalah Pembajakan Buku (PMPB) Ikapi berhasil membongkar kasus pembajakan buku terbesar di indonesia yang bernilai hingga 1,5 miliar rupiah, yang jika dihitung sekarang senilai dengan 30 miliar rupiah.Â
Bahkan JS. Khairen, penulis buku "Dompet Ayah Sepatu Ibu", sering memposting di akun sosial medianya tentang pembajakan karya tulis. Penulis buku "Dompet Ayah Sepatu Ibu" itu memberi pemahaman bahwa menjual buku karya tulis orang lain dengan harga yang jauh lebih murah itu tidak benar. Seharusnya, orang sudah mengerti bahwa dengan membeli buku bajakan atau buku palsu bisa merugikan penulis.
Buku bajakan atau buku palsu pastinya memiliki kekurangan daripada buku asli, seperti kualitas kertas ataupun kualitas dari tinta yang digunakan dalam buku. Dengan kualitas kertas dan tinta yang buruk berdampak pada tulisan yang dihasilkan pula. Terkadang tulisan tidak dapat dibaca dengan jelas sehingga membuat pembeli tidak puas dengan bacaannya. Mereka malah mengeluarkan uang dua kali lipat untuk membeli buku yang asli agar bisa membaca tulisan yang rusak pada buku bajakan.