Mohon tunggu...
Itsna Auginisia
Itsna Auginisia Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Penulis pemula

Suka menulis dan ingin terus menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Hubungan Ulat Jati Bergelantungan di Kabupaten Gunungkidul dan Perubahan Iklim

12 Desember 2024   23:14 Diperbarui: 13 Desember 2024   00:02 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Awal musim hujan di bulan November 2024 ini, viral di media sosial keberadaan ribuan ulat jati yang bergelantungan di Kabupaten Gunungkidul DIY. Ulat jati yang bergelantungan di pohon mengganggu pengguna jalan. Banyak warga membagikan momen menghindari ulat dengan berbagai ide nyentrik ke media sosial. Di antaranya, menggunakan jas hujan saat berkendara, membawa tongkat kayu untuk menyingkirkan ulat, memakai payung saat berkendara dan lain sebagainya.

Sebenarnya ulat jati yang menempel di baju atau kulit tidaklah berbahaya. Tapi ketika tertabrak pengendara dan mati tergencet, ulat jati meninggalkan noda hitam yang susah dibersihkan.

Ada yang merasa geli dengan kehadiran ulat ini, tapi banyak juga yang menanti dan memanfaatkan fenomena ulat jati ini sebagai ladang penghasilan dan bahan pangan. Tidak heran, saat fenomena ini terjadi banyak warga Gunungkidul berbondong-bondong keluar rumah mencari pohon jati yang banyak dihinggapi ulat jati. Sebenarnya, pencarian ulat jati tidak sepenuhnya berada di pohon, ulat lebih banyak ditemukan permukaan tanah.

Sebagai ladang penghasilan, warga biasanya menjual dalam bentuk mentah. Satu botol plastik ukuran sedang berkisar 5000 rupiah. Beragam olahan makanan ekstrem pun dibuat sesuai kekreatifan warga. Ada yang digoreng dijadikan lauk, di goreng menjadi peyek, dimakan bareng thiwul, dioseng, dan lain sebagainya. Rasa dari ulat jati ini gurih dan mengandung banyak protein.

Siklus ulat jati kurang lebih seperti ini. Saat musim hujan datang telur dari kupu-kupu akan menetas. Ulat jati yang masih kecil akan membesar dengan memakan banyak daun jati. Setelah waktunya tepat ulat jati akan turun dengan bermodalkan air liurnya untuk membentuk semacam tali, seperti laba-laba.

Untuk penurunan pertama, biasanya ulat jati tidak langsung turun ke tanah. Mereka akan bergelantungan di setengah tinggi pohon saat pagi hari dan akan kembali naik ke atas pohon saat siang. Setelah beberapa hari, barulah ulat jati turun hingga ke permukaan tanah guna mencari tempat yang nyaman untuk menjadi kepompong/ entung jati atau masyarakat sekitar sering menyebutnya ungkrung.

Tau gak sih kalo ulat jati di Kabupaten Gunungkidul ini adalah fenomena tahunan? Fenomena ini juga menunjukkan tanda awal datangnya musim hujan. Kalo kita berkaca dan membandingkan dengan tahun kemarin, yaitu tahun 2023, fenomena ulat jati hadir di awal bulan Januari.

Emang berpengaruh ya, waktu datangnya ulat jati itu? Iya dong. Ulat jati yang hadir bulan November ini membuktikan bahwa tidak ada kemunduran musim hujan dan perubahan iklim kali ini tidak mempengaruhi kedatangan musim hujan.

Berarti bagus dong fenomena ulat jati ini untuk kehidupan masyarakat Kabupaten Gunungkidul? Tentu saja, dengan hadirnya musim hujan membuat persediaan pangan masyarakat tidak kacau. Lumbung padi dapat terisi dan palawija dapat dikonsumsi.

Apalagi Gunungkidul dikenal dengan daerahnya yang berbatu karst atau batu kapur. Sawahnya pun sebagian besar berjenis tadah hujan. Oleh karena itu, hujan sangat dibutuhkan oleh petani.

Mari kita sedikit menengok tahun 2023 yang lalu. Banyak petani yang merugi karena keterlambatan datangnya musim hujan. Selain karena hasilnya sedikit tapi juga banyak modal benih yang terbuang sia-sia.

Tahun lalu, saat hujan kecil pertama kali datang masyarakat langsung saja menanam benih palawija. Jagung, kacang, padi, dan beberapa komoditas yang lain. Tapi, hujan yang tidak lagi turun membuat benih yang ditanam tidak tumbuh. Tidak cukup sekali, hujan turun dengan jarak lama terjadi beberapa kali hingga membuat masyarakat serasa dipermainkan hujan. Alhasil banyak petani yang kehilangan berkilo-kilo benih sia-sia dan berakhir dimakan hama tikus.

Selain berdampak pada persediaan pangan, kemunduran hujan tahun lalu juga berdampak pada ketersediaan air bersih di beberapa daerah. Beberapa daerah harus mencari air ke sumber mata air yang jauh dari pemukiman, membeli air bersih sendiri ataupun menunggu uluran tangan pemerintah lewat truk tangki air. Selain itu, banyak masyarakat yang susah mencari pakan ternak untuk sapi dan kambing. Seperti yang diketahui, masyarakat Gunungkidul biasanya memiliki hewan ternak sebagai bentuk tabungan.

Mari kita kulik fenomena iklim yang terjadi tahun lalu yang bertanggungjawab atas insiden ini. Yaitu, fenomena El Nino.

El Nino adalah fenomena yang terjadi ketika suhu permukaan laut lebih hangat dari normalnya di Samudera Pasifik bagian tengah dan timur. Fenomena ini menyebabkan awan lebih banyak berada di bagian tengah Samudera Pasifik dan hujan lebih sedikit di sebagian besar wilayah Indonesia.

Faktanya El Nino tidak hanya berdampak di Kabupaten Gunungkidul saja. Tetapi berdampak dibanyak daerah di Indonesia bahkan di dunia. Fenomena ini berdampak pada seluruh masyarakat global.

Beberapa rangkuman dampak El Nino di Indonesia dikutip dari detikedu, kondisi kekeringan terjadi di sebagian besar wilayah Sumatera bagian tengah hingga selatan, di bagian selatan Riau, Jambi, Lampung, Banten, hingga Jawa Barat. Seperti kebanyakan wilayah tersebut di selatan garis khatulistiwa, intensitas hujan rendah dan berpotensi memperburuk kekeringan.

Sementara itu, rangkuman dampak El Nino di dunia menurut Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), fenomena El Nino melanda Amerika Latin dan Karibia pada tahun 2023 meliputi kekeringan, gelombang panas, kebakaran hutan, curah hujan ekstrem, dan badai. Hal ini berdampak signifikan pada kesehatan, ketahanan pangan, energi, dan pembangunan ekonomi. Tahun 2023 juga tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah dengan suhu laut yang terus meningkat, terutama di wilayah Atlantik. Hal ini mengancam daerah pesisir dan negara kepulauan kecil yang sedang berkembang. Risiko lain meliputi gelombang panas, polusi udara, kerawanan pangan, dan peningkatan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk.

Nah kan! Dampak dari El Nino sangatlah mengerikan. El Nino adalah salah satu tanda dari perubahan iklim yang terjadi di dunia. Walaupun hal itu terjadi satu tahun lalu, ada baiknya kita memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga bumi.

Tahun ini pun sebenarnya terdapat banyak bencana akibat perubahan iklim. Seperti baru-baru ini pemberitaan banjir di Sukabumi Jawa Barat, longsor di beberapa daerah dan bencana alam lainnya.

Sesungguhnya kita tidak dapat mengganti iklim semudah membalikkan telapak tangan karena semua tergantung pada alam. Tapi kita bisa mengupayakan dengan turut ikut andil dalam mengatasi pemanasan global. Dimulai dengan langkah-langkah yang paling sederhana. Misal mengurangi penggunaan sampah plastik, konservasi lingkungan yang dimulai dari menanam pohon di sekitar rumah sampai di lahan-lahan yang kondisinya kritis, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi diganti menggunakan transportasi umum, melakukan daur ulang barang tidak rusak menjadi barang berdaya guna, dan menggunakan listrik seperlunya.

Poin pentingnya adalah pemahaman karakter setiap individu tentang pentingnya melestarikan dan mewariskan keanekaragaman hayati kepada anak cucu kita. Jangan sampai anak cucu kita hanya mendengar sejarah adanya ulat jati saja.

Ulat jati adalah contoh kecil dari keanekaragaman hayati yang ada di Indonesia dan bentuk dari lingkungan yang harus terus dijaga.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun