Tahun lalu, saat hujan kecil pertama kali datang masyarakat langsung saja menanam benih palawija. Jagung, kacang, padi, dan beberapa komoditas yang lain. Tapi, hujan yang tidak lagi turun membuat benih yang ditanam tidak tumbuh. Tidak cukup sekali, hujan turun dengan jarak lama terjadi beberapa kali hingga membuat masyarakat serasa dipermainkan hujan. Alhasil banyak petani yang kehilangan berkilo-kilo benih sia-sia dan berakhir dimakan hama tikus.
Selain berdampak pada persediaan pangan, kemunduran hujan tahun lalu juga berdampak pada ketersediaan air bersih di beberapa daerah. Beberapa daerah harus mencari air ke sumber mata air yang jauh dari pemukiman, membeli air bersih sendiri ataupun menunggu uluran tangan pemerintah lewat truk tangki air. Selain itu, banyak masyarakat yang susah mencari pakan ternak untuk sapi dan kambing. Seperti yang diketahui, masyarakat Gunungkidul biasanya memiliki hewan ternak sebagai bentuk tabungan.
Mari kita kulik fenomena iklim yang terjadi tahun lalu yang bertanggungjawab atas insiden ini. Yaitu, fenomena El Nino.
El Nino adalah fenomena yang terjadi ketika suhu permukaan laut lebih hangat dari normalnya di Samudera Pasifik bagian tengah dan timur. Fenomena ini menyebabkan awan lebih banyak berada di bagian tengah Samudera Pasifik dan hujan lebih sedikit di sebagian besar wilayah Indonesia.
Faktanya El Nino tidak hanya berdampak di Kabupaten Gunungkidul saja. Tetapi berdampak dibanyak daerah di Indonesia bahkan di dunia. Fenomena ini berdampak pada seluruh masyarakat global.
Beberapa rangkuman dampak El Nino di Indonesia dikutip dari detikedu, kondisi kekeringan terjadi di sebagian besar wilayah Sumatera bagian tengah hingga selatan, di bagian selatan Riau, Jambi, Lampung, Banten, hingga Jawa Barat. Seperti kebanyakan wilayah tersebut di selatan garis khatulistiwa, intensitas hujan rendah dan berpotensi memperburuk kekeringan.
Sementara itu, rangkuman dampak El Nino di dunia menurut Organisasi Meteorologi Dunia (WMO), fenomena El Nino melanda Amerika Latin dan Karibia pada tahun 2023 meliputi kekeringan, gelombang panas, kebakaran hutan, curah hujan ekstrem, dan badai. Hal ini berdampak signifikan pada kesehatan, ketahanan pangan, energi, dan pembangunan ekonomi. Tahun 2023 juga tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah dengan suhu laut yang terus meningkat, terutama di wilayah Atlantik. Hal ini mengancam daerah pesisir dan negara kepulauan kecil yang sedang berkembang. Risiko lain meliputi gelombang panas, polusi udara, kerawanan pangan, dan peningkatan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk.
Nah kan! Dampak dari El Nino sangatlah mengerikan. El Nino adalah salah satu tanda dari perubahan iklim yang terjadi di dunia. Walaupun hal itu terjadi satu tahun lalu, ada baiknya kita memiliki kesadaran akan pentingnya menjaga bumi.
Tahun ini pun sebenarnya terdapat banyak bencana akibat perubahan iklim. Seperti baru-baru ini pemberitaan banjir di Sukabumi Jawa Barat, longsor di beberapa daerah dan bencana alam lainnya.
Sesungguhnya kita tidak dapat mengganti iklim semudah membalikkan telapak tangan karena semua tergantung pada alam. Tapi kita bisa mengupayakan dengan turut ikut andil dalam mengatasi pemanasan global. Dimulai dengan langkah-langkah yang paling sederhana. Misal mengurangi penggunaan sampah plastik, konservasi lingkungan yang dimulai dari menanam pohon di sekitar rumah sampai di lahan-lahan yang kondisinya kritis, mengurangi penggunaan kendaraan pribadi diganti menggunakan transportasi umum, melakukan daur ulang barang tidak rusak menjadi barang berdaya guna, dan menggunakan listrik seperlunya.
Poin pentingnya adalah pemahaman karakter setiap individu tentang pentingnya melestarikan dan mewariskan keanekaragaman hayati kepada anak cucu kita. Jangan sampai anak cucu kita hanya mendengar sejarah adanya ulat jati saja.