Mohon tunggu...
Rara Queen
Rara Queen Mohon Tunggu... -

menulis adalah teman pengusir sepi :))

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerita Hujan

23 Februari 2013   16:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   17:49 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan selalu menyimpan banyak cerita dan kenangan. Mengingatkanku tentang cinta yang selalu ku anggap sebagai bentuk kesempurnaan rasa yang diciptakan oleh Tuhan. Aku tidak butuh mesin waktu untuk sekedar kembali pada suatu masa lalu, sebab hujan bisa menjadi pengantarku untuk kembali pada cerita itu. Hujan kala itu,membawaku pada sebuah kebahagiaan dan juga kedukaan. Awal dari sebuah kekuatan, namun harus berakhir dengan cara yang melemahkan.

Cerita ini dimulai saat hujan turun. Saat pertama kali kita memulai perkenalan. Aku ingat bagaimana hujan telah mempertemukan kita pada satu atap kecil yg kurasa istimewa. Aku masih ingat dimana tetes-tetes hujan seakan menggambarkan kepingan-kepingan rindu yang berkumpul menjadi satu dan menggenang di depan rumah kita masing-masing dan menganggapnya sebagai genangan rindu. Membuat kita punya penghubung yang sangat erat.

Semakin jauh kita melangkah,semakin lama kita merajut, kekontrasan warna itu semakin jelas terlihat. Yah,warna itu melambangkan suatu perbedaan. Perbedaan membuat orang-orang terdekat kita tak bisa tinggal diam. Membuat mereka berusaha melepaskan rajutan yang telah kita buat. Kita pun berusaha saling mempertahankan agar tidak sampai terjadi ke rusakan dan tidak menjadi potongan-potongan benang yang nantinya bertebaran.

Kita tetap mampu menembus badai dan merasakan kelembutan di dalam badai itu. Kita  berlari dalam hujan yang terasa semakin menjadi dan akhirnya menyakitkan. Kita yang kemudian melemah,menjadi tertatih saat harus tetap berjalan dalam pesakitan. Kita berusaha bangkit semampu kita. Masih saling merajut namun sudah mulai dilanda ragu. Aku masih berusaha semampuku. Menguatkan kita sampai aku harus terjatuh. Terluka. Sakit. Bangkit. Sampai harus terjatuh kembali. Aku masih percaya kita bisa menghadapinya bersama. Namun kamu sudah mulai melemahkan rajutannya.

Terkadang,kamu tak sadar telah merusak yang berusaha kupertahankan. Aku tetap mencoba memperbaiki karya kita,tapi tetap tak ada artinya jika hanya ada aku di dalamnya,sementara kamu hanya menatap hampa.
Aku mencoba meraihmu meski kakiku sudah tak kuat lagi berdiri. Apakah bisa aku mengejarmu yang sedang berlari sementara aku hanya bisa terseok dalam melangkahkan kaki ini?

Aku akhirnya meringkuk sakit dan memilih untuk berhenti. Aku sudah tidak kuat lagi. Saat itu,hujan pun keluar dari kedua sudut mataku dan mulai membasahi pipi. Hujan itu seakan mengantar mu untuk pergi. Membantuku menyamarkan punggungmu yang mulai menjauh dan menghilang di sudut jalan yang mulai sepi.

Aku berusaha bangkit dan mengobati lukaku sendiri. Menulis kembali cerita yang telah lalu tentang aku dan kamu. Aku telah bangkit dari keterpurukan yang dulu. Aku telah melewati musim hujan selanjutnya seorang diri. Hujan yg pernah kusuka namun tiba-tiba berubah menjadi kubenci. Sampai pada akhirnya aku mulai mengerti. Kamu tidak bermaksud untuk membuatku terluka. Aku mengerti,kamupun sebenarnya juga tersakiti karna harus pergi dan mencoba menepi. Kamu menyembunyikan kepedihan hatimu dibalik kenyataan yang harus kita hadapi.

Kamu saat itu berpura-pura untuk terlihat lebih kuat dari apa yang bisa kupahami. Kamu tetap berlari agar tidak mendengar dan melihat kesakitan yang ku alami. Kamu meninggalkan kesan menancapkan luka,tapi yang sebenarnya kamu pun telah lebih dulu melukai dirimu sendiri. Kamu memilih pergi saat hujan turun agar air mata mu bisa tersembunyi. Aku mengerti,itulah yang harus kita lalui. Kita pernah saling mengisi kemudian menjadi saling mengosongkan walaupun bukan itu yang kita ingini. Kita menjadi tahu bahwa mempunyai rasa yang sama bukan satu-satunya hal yang bisa membuat kita  mengikat janji suci. Mempunyai warna yang berbeda adalah salah satu yang membuat kita akhirnya harus rela melepaskan. Akan ada masanya kita mengerti,jatuh bangun kita mencoba mempertahankan rajutan itu,pada akhirnya takdirlah yang membuat kita bertekuk lutut. Menyerah pada suatu keadaan dimana kita terlalu letih dengan cerita di dalamnya. Dan jika takdir ternyata mempertemukan kita kembali,aku yakin saat itu kita mungkin akan bertemu dalam suatu kesamaan dan kemudian menerima perbedaan. Aku yakin kita sudah menjadi pribadi yang lebih kuat lagi untuk menghadapi segala kemungkinan yang terjadi.

Tahukah kamu? Hujan turun ketika aku menulis ini. Namun kini, ia tak lagi kubenci. Karna ia telah menjadi saksi dari semua yang ku alami. Sampai aku bisa kembali berdiri di sini untuk menerima semua yang sudah terjadi.


-@raisaadilaa

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun