Imigran yang datang ke Eropa 90% orang yang beragama Islam. Datang di Barat, hidup terjamin dan dipelihara dari lahir sampai matinya. Tapi ini hanya terjadi dari satu pihak yaitu Negara yang menerimanya. Muslim sendiri tidak mau berintegrasi. Kritik berarti diskriminasi atau bisa dibayar dengan nyawa, contohnya Theo van Gogh atau apa yang baru terjadi di Paris. Kami yang hidup di Belanda atau Negara Eropa lainnya dianggap manusia rendah dan tidak mempunyai moral. Wanita-wanita non Muslim sering dilihat sebagai pelacur, homo seksual dipukul. Pesta-pesta yang ada daging babi diboikot, Imam berteriak, isteriboleh di pukul kalau menolak suami, wanita banyak disunat sampai klitoris dihilangkan dan lain-lainnya.
Kata lain, Muslim di Eropa merasa moralnya superior dan bila ada sesuatu yang terjadi merasa dirinya sebagai korban. Tentu tingkah laku begini ada suksesnya seperti di pemerintahan kota Den Haag, pestanya sekarang tanpa daging babi. Di Inggris sudah ada sharia di beberapa tempat biar belum keseluruhan dari sharia tapi perlahan-lahan sudah ada. Ini bisa terjadi karena demokrasi dan kebebasan beragama.
Tapi dengan tingkah laku Muslim di Eropa, pada tanggal 13 Januari di berita Belanda, Nieuwsuur, memberitakan bahwa 57% populasi Jerman mengatakan Islam agama yang bahaya dan 61% berpendapat bahwa Islam tidak cocok untuk budaya Barat. Kalau negara Eropa lain yang berpendapat begini, tidak begitu mengherankan tapi ini Jerman. Negara yang sadar dan insyaf dengan perbuatan mereka waktu perang dunia.
Di tahun 1934 Soekarno sudah memperingatkan bahwa Islam agama yang berpotensi baik dan modern. Jika bisa dibebaskan dari pemikiran superioritas dan superioritas paternalistik serta mengatur kehidupan orang berlebihan yang sudah berabad-abad lalu dan tentunya dari imperialisme Arab.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H