Stoikisme adalah sebuah aliran filsafat Yunani kuno yang berkembang pada abad ke-3 SM di Athena dan terus berlangsung hingga abad ke-3 Masehi. Aliran filsafat ini mengajarkan bahwa individu harus hidup sesuai dengan akal budi dan mengikuti kodrat alam, serta harus memegang kendali atas emosi dan tindakan mereka. Stoikisme juga menekankan nilai-nilai seperti keteraturan, kebijaksanaan, keadilan, dan kesederhanaan.
Menurut ajaran stoikisme, kebahagiaan sejati dapat dicapai dengan mengembangkan kebijaksanaan, memperbaiki diri sendiri, dan menerima nasib dengan bijaksana. Stoikisme juga menekankan nilai etika dan moral, serta mengajarkan bahwa setiap individu harus bertanggung jawab atas tindakan mereka dan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip kebaikan.
Beberapa tokoh terkenal dari aliran stoikisme termasuk Zeno dari Citium, Seneca, Epictetus, dan Marcus Aurelius. Filosofi stoikisme masih mempengaruhi banyak aspek kehidupan manusia hingga saat ini, seperti dalam bidang psikologi, etika, dan kebijaksanaan.
Meskipun stoikisme memiliki nilai-nilai positif, seperti keteraturan, kebijaksanaan, dan keadilan, ada beberapa sisi negatif dari filsafat ini yang mungkin perlu diketahui sebelum mempelajarinya.
Pertama, stoikisme sering kali dianggap sebagai filsafat yang terlalu individualistik dan kurang memperhatikan keterkaitan sosial antara individu. Dalam stoikisme, penting untuk memegang kendali atas emosi dan tindakan individu, dan individu dianggap bertanggung jawab atas nasib mereka sendiri. Hal ini dapat mengabaikan faktor-faktor sosial dan struktural yang mempengaruhi kehidupan dan nasib seseorang.
Kedua, stoikisme dapat mengarah pada rasa putus asa dan ketidakberdayaan jika diinterpretasikan secara terlalu ekstrem. Konsep stoikisme yang mengajarkan bahwa beberapa aspek kehidupan tidak dapat dikendalikan oleh kehendak individu, dapat membuat individu merasa tidak berdaya dan putus asa. Hal ini dapat berdampak negatif pada kesehatan mental dan kesejahteraan individu.
Ketiga, stoikisme juga dapat mengecilkan peran emosi dan perasaan dalam kehidupan manusia. Stoikisme mengajarkan bahwa individu harus memegang kendali atas emosi mereka dan tidak terlalu dipengaruhi oleh perasaan mereka. Hal ini dapat mengurangi kepekaan dan empati individu terhadap diri sendiri dan orang lain, serta membatasi kemampuan individu untuk merasakan kebahagiaan dan kepuasan secara emosional.
Ada pun beberapa kritik terhadap konsep ini, terutama dari sudut pandang psikologi modern. Beberapa ahli psikologi percaya bahwa kepercayaan pada stoikisme dapat membatasi kemampuan individu untuk mengubah keadaan dan mencapai kebahagiaan. Jika individu merasa bahwa beberapa hal tidak dapat dikendalikan atau dipengaruhi, mereka mungkin tidak berusaha keras untuk mencapai tujuan mereka.
Selain itu, konsep stoikisme juga dapat mengarah pada rasa putus asa dan ketidakberdayaan, karena individu mungkin merasa bahwa mereka tidak memiliki kendali atas keadaan mereka. Oleh karena itu, sebagian besar ahli psikologi dan filosof modern lebih memilih untuk memperluas definisi kendali yang dimiliki manusia, sehingga individu dapat merasa lebih berdaya dalam menghadapi tantangan kehidupan.
Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa sisi negatif dari stoikisme dapat dihindari jika filsafat ini diinterpretasikan dengan bijaksana dan seimbang. Stoikisme dapat memberikan pandangan hidup yang kuat dan positif jika diterapkan dengan tepat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H