Mohon tunggu...
henny widhiarti
henny widhiarti Mohon Tunggu... Lainnya - a mother, wife, daughter, student studying in psychology

random person an alpha

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ibu Alami Stres Bisa Sebabkan Anak Stunting

9 Juli 2024   21:16 Diperbarui: 9 Juli 2024   21:47 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibu Alami Stres Bisa Sebabkan Anak Stunting

Ibu rumah tangga adalah profesi yang sering kali dianggap bukan pekerjaan oleh masyarakat pada umumnya. Tidak jarang profesi ini mendapatkan penilaian negatif dari orang-orang di sekitar mereka, oleh karena itu ibu rumah tangga tergolong profesi yang rentan mengalami stres.

Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus stunting terbesar kedua se-Asia Tenggara, setelah Timor Leste. Berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada 2021, 3 dari 10 atau 24 persen anak Indonesia mengalami dan memiliki potensi besar mengalami stunting.

Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus menunjukkan keseriusannya dalam upaya pengentasan stunting di Kota Pahlawan. Pemkot pun semakin optimis di tahun 2024, angka kasus stunting terus menurun. Karenanya, Wali Kota Eri meyakini Kota Pahlawan akan segera zero stunting.

Terdapat sejumlah faktor yang menyebabkan tingginya angka stunting di Kota Surabaya, salah satunya adalah lingkungan yang tidak sehat. Buruknya kondisi sanitasi dan kebersihan lingkungan juga dapat berdampak pada tumbuh kembang anak, termasuk juga pada penjaminan gizi ibu hamil. Faktor kedua adalah stres, terutama pada IRT (ibu rumah tangga), dengan tingkat stres sampai 60 persen lebih, baik karena depresi, finansial, mental, dan lainnya. 

Selain itu,  hal yang paling mendukung bertambahnya kasus stunting yaitu kesendirian (loneliness). Maka diperlukan lingkungan dan keluarga yang dapat saling mendukung dan bersama mengantisipasi timbulnya stres pada ibu maupun anak. Stunting itu multifaktor. Stimulus sosial itu hal yang paling penting untuk anak. Kalau lingkungan sehat, itu akan menjadi faktor baik untuk tumbuh kembang bagi anak.

Pernikahan dini memang dapat disebut sebagai akar terkuat terjadinya stunting, karena tingginya potensi ketidaksiapan mental orang tua muda dalam membesarkan anak Pendampingan terhadap remaja juga perlu dilakukan mengingat angka pernikahan dini serta perceraian yang tinggi menyebutkan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang pelakunya masih muda yaitu seorang pria di bawah usia 21 tahun dan wanita di bawah usia 20 tahun serta tidak memenuhi syarat-syarat yang ada dalam pernikahan. Ini juga berseberangan dengan UU No. 16 Thn. 2019 tentang Perkawinan, bahwa batas usia pasangan yang menikah minimal berusia 19 tahun. 

Sedangkan menurut Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), usia pernikahan pertama idealnya adalah berusia 21 hingga 25 tahun.

 Kondisi ini menunjukkan bahwa kehamilan di usia remaja sebagai akibat dari pernikahan dini menyebabkan tingginya kemungkinan stunting pada bayi. Hal ini terjadi karena pada masa kandungan sang ibu dan janin saling berebut nutrisi untuk pertumbuhan. 

Hal ini juga dapat berdampak pada meningkatnya angka perceraian akibat kondisi mental yang belum siap serta permasalahan sosial dan ekonomi. Oleh sebab itu, diperlukan kegiatan sosialisasi dan penyuluhan terkait pencegahan pernikahan dini sebagai upaya pencegahan stunting pada kelompok remaja

Tujuan dari kegiatan psikoedukasi ini yaitu untuk membantu peserta dalam hal ini ibu-ibu Kecamatan Tambaksari dalam mengetahui, memahami, dan menerapkan strategi manajemen stress dalam rumah tangga. Metode yang digunakan dalam psikoedukasi ini ialah metode ceramah dan diskusi, Kegiatan psikoedukasi dilaksanakan secara offline pada hari Jumat, 28 Juni 2024 pukul 08.00-10.00 wib, yang diikuti oleh 50 peserta dari ibu-ibu Kecamatan Tambaksari dengan permasalahan utama yang dihadapi oleh peserta adalah ketidakmampuan dalam melakukan manajemen stres. 

Psikoedukasi manajemen stress dengan demikian dapat menjadi salah satu metode yang membantu peserta untuk mampu mengelola stress yang dihadapi dan bagaimana mengubah stres negatif yang dihadapi menjadi lebih positif atau menyenangkan.

DPL : Eko April Ariyanto, S. Psi., M. Psi., Psikolog

Penulis Oleh : 

Henny Widhiarti - 1512300047

Fakultas Psikologi

Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun