Siapa yang tak mengenal terasi? Tentu saja sebagian besar masyarakat Indonesia tidak asing mendengar nama ini. Olahan hasil laut ini merupakan salah satu bahan tambahan dalam masakan khas Indonesia.Â
Meski dikenal dengan baunya yang menyengat, terasi ini tetap menjadi ciri khas tersendiri dalam masakannya. Beberapa daerah di Indonesia dikenal sebagai sentra dari olahan hasil laut ini, sebut saja Cirebon, Bangka Belitung, Madura, dan lain-lain. Salah satu wilayah yang dikenal memiliki terasi dengan citarasa yang nikmat adalah Puger.
Puger merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Jember. Berada di wilayah selatan Kabupaten Jember, menjadikan Puger berdekatan dengan pesisir laut jawa selatan. Tentu saja hal ini dijadikan sebagai peluang oleh masyarakat sekitar untuk memanfaatkan laut sebagai mata pencaharian mereka, mulai dari sebagai nelayan maupun melakukan pengolahan sumber daya laut. Salah satu yang menjadi ikon dari Kecamatan Puger ini adalah terasi. Banyak dari mereka yang sudah pernah merasakan terasi dari Puger ini, mengatakan bahwa terasi Puger memiliki rasa khas yang cenderung gurih.
Kasinah (77) merupakan salah satu pembuat terasi di Kecamatan Puger. Usaha home industry pembuatan terasi ini sudah berdiri sejak tahun 1985 silam. Usaha ini merupakan usaha berbasis keluarga, sehingga bersifat turun-menurun dari generasi ke generasi.Â
Beliau menjelaskan bahwa yang menyebabkan terasi Puger ini memiliki ciri khas yang gurih adalah komposisinya yaitu udang asli Puger yang cenderung manis ditambah dengan kondisi yang masih segar tentunya memberikan citarasa yang lebih nikmat untuk terasi.Â
Komposisi pembuatan terasi ini sendiri hanya sedikit bahan, dua bahan utama yakni udang dan garam, namun tak jarang ditambahkan bahan pewarna untuk mempercantik warna dari terasi tersebut.
Selain itu, beliau melalui putrinya menjelaskan bahwa cara agar citarasa dari terasi Puger ini tetap terjaga ialah dengan mempertahankan pembuatan secara tradisional yakni di tumbuk menggunakan alu dan lesung. Menurut beliau, rasa yang dihasilkan berbeda dengan hasil dari mesin.
Meski pemasaran terasi masih bersifat regional, ia menjelaskan produksi terasi per hari bisa mencapai 1 hingga 2 kwintal, bahkan jika pasokan terasi ditingkatkan bisa mencapai 1 ton per minggu, terasi tersebut kemudian dikemas dalam ukuran ataupun kilogram, namun terkadang dikemas dalam ukuran 1 kilogram apabila terdapat pesanan khusus dari pembeli..Â
Putri Ibu Kasinah sendiri menjelaskan pemasaran ini dibantu oleh perantara (tengkulak) yang memfasilitasi pemasaran terasi ini. Harga dari terasi khas Puger ini berkisar di angka Rp 75.000 hingga Rp 100.000, sehingga omzet yang diperoleh dapat mencapai jutaan rupiah. Hal ini tentu menunjukkan bahwa dengan memanfaatkan sumber daya laut yang tersedia dengan baik, akan membawa manfaat bagi masyarakat sekitar.
Beberapa kendala yang muncul selama beliau membuat usaha terasi ini adalah kondisi cuaca maupun jumlah pasokan bahan baku. Cuaca sendiri memiliki pengaruh terhadap pembuatan terasi, hal ini dikarenakan sinar matahari diperlukan pada saat penjemuran atau pengeringan terasi, home industry ini masih menggunakan sinar matahari sebagai oven alami akibat tidak adanya mesin pengering.Â
Meski dengan penggunaan matahari sebagai pengering alami ini dirasa kurang efektif terhadap waktu dalam produksi akibat cuaca yang tidak menentu, namun beliau menganggap bahwa pengeringan dengan metode alami ini juga yang mempertahankan citarasa dari terasi Puger ini.
"Kalau disini tidak berani kalau musim hujan, meskipun ada bahan nggak berani. Masalahnya kan berpengaruh sama sinar mataharinya."
Selain kendala cuaca, jumlah pasokan bahan baku juga menjadi kendala dalam produski terasi ini. Di jelaskan oleh beliau bahwa keberadaan berbagai macam alat oleh nelayan sekitar menyebabkan berkurangnya jumlah udang di Puger, Alat-alat disini yang dimaksud berupa rumpon serta jala/jaring nelayan yang menganggu nelayan lainnya untuk mencari hasil laut.Â
Beliau menjelaskan bahwa sudah hampir 3 -- 5 tahun jumlah udang di Puger mengalami defisit. Sehingga mengharuskan beliau untuk memasok bahan baku udang ini dari wilayah lain.
"Jadi ini udang terasi Puger aslinya sudah nggak ada, tapi kiriman dari Prigi, Tuban, terus itu opo wes Probolinggo-an," jelasnya.
Hal ini tentu saja mempengaruhi kualitas produksi dan harga jual. Meski tetap enak, tak dipungkiri ada perubahan selera pada terasi Puger ini. Sebelumnya, bahan segar diganti dengan bahan yang sudah diproses, sehingga rasanya sedikit berbeda, rasanya tidak semanis dibandingkan terasi asli udang Puger. Selain itu harga jual menjadi lebih murah akibat bergantinya bahan baku.
Meski sudah mengalami sedikit perubahan akibat kosongnya bahan baku asli, namun terasi Puger ini masih tetap menjadi andalan dari ibu-ibu di wilayah Jawa Timur, selain itu tak jarang terasi menjadi oleh-oleh kepada saudara maupun rekan sejawat yang berdomisili di luar Jember terkhusus di Puger.
Penulis: Banyu Biru Adi Sulistyo, Dhimas Enggar Ramadhani, Eka Winda M. Putri, Yehezkiel Christoper
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H