Beberapa kendala yang muncul selama beliau membuat usaha terasi ini adalah kondisi cuaca maupun jumlah pasokan bahan baku. Cuaca sendiri memiliki pengaruh terhadap pembuatan terasi, hal ini dikarenakan sinar matahari diperlukan pada saat penjemuran atau pengeringan terasi, home industry ini masih menggunakan sinar matahari sebagai oven alami akibat tidak adanya mesin pengering.Â
Meski dengan penggunaan matahari sebagai pengering alami ini dirasa kurang efektif terhadap waktu dalam produksi akibat cuaca yang tidak menentu, namun beliau menganggap bahwa pengeringan dengan metode alami ini juga yang mempertahankan citarasa dari terasi Puger ini.
"Kalau disini tidak berani kalau musim hujan, meskipun ada bahan nggak berani. Masalahnya kan berpengaruh sama sinar mataharinya."
Selain kendala cuaca, jumlah pasokan bahan baku juga menjadi kendala dalam produski terasi ini. Di jelaskan oleh beliau bahwa keberadaan berbagai macam alat oleh nelayan sekitar menyebabkan berkurangnya jumlah udang di Puger, Alat-alat disini yang dimaksud berupa rumpon serta jala/jaring nelayan yang menganggu nelayan lainnya untuk mencari hasil laut.Â
Beliau menjelaskan bahwa sudah hampir 3 -- 5 tahun jumlah udang di Puger mengalami defisit. Sehingga mengharuskan beliau untuk memasok bahan baku udang ini dari wilayah lain.
"Jadi ini udang terasi Puger aslinya sudah nggak ada, tapi kiriman dari Prigi, Tuban, terus itu opo wes Probolinggo-an," jelasnya.
Hal ini tentu saja mempengaruhi kualitas produksi dan harga jual. Meski tetap enak, tak dipungkiri ada perubahan selera pada terasi Puger ini. Sebelumnya, bahan segar diganti dengan bahan yang sudah diproses, sehingga rasanya sedikit berbeda, rasanya tidak semanis dibandingkan terasi asli udang Puger. Selain itu harga jual menjadi lebih murah akibat bergantinya bahan baku.
Meski sudah mengalami sedikit perubahan akibat kosongnya bahan baku asli, namun terasi Puger ini masih tetap menjadi andalan dari ibu-ibu di wilayah Jawa Timur, selain itu tak jarang terasi menjadi oleh-oleh kepada saudara maupun rekan sejawat yang berdomisili di luar Jember terkhusus di Puger.
Penulis: Banyu Biru Adi Sulistyo, Dhimas Enggar Ramadhani, Eka Winda M. Putri, Yehezkiel Christoper