Mohon tunggu...
Itsbaatunnazzri Achmad
Itsbaatunnazzri Achmad Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Indonesia Biasa Pede

28 November 2016   13:28 Diperbarui: 28 November 2016   13:35 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sarkamon, Sarkadi, dan Sartono sedang asyik menyaksikan pertandingan antara Mancester Yunaited melawan Mancester Siti dalam laga GPL Cup disaat ramai-ramainya unjuk rasa untuk pembuktian integritas dan tanggung jawab Bose Morinyo dalam melatih klub yang bermarkas di All Trafford itu. Ketika babak pertama usai, iklan-iklan muncul. Semua iklan isinya begitu-begitu saja. Promosi dengan fantasi yang hampir bisa dikatakan nalar manusia sudah tidak sampai.

"Wahh.. Ini tidak baik. Harus dibuang pemikiran dan sikap seperti ini," Sarkamon memecah keheningan suasana disaat semuanya asyik menikmati iklan.

"Ada apa, Mon? Anda membuat kita kaget saja," kata Sartono menyikapi perkataan Sarkamon dengan mengelus-elus dada.

"Coba lihat! Bagaimana bisa warga Indonesia seperti ini? Seharusnya mereka tidak begini," jawab Sarkamon sambil memberikan handphonenya kepada Sartono.

Ternyata, yang diherankan oleh Sarkamon adalah sebuah peristiwa dimana salah klub di eropa mencoba memakai batik. Dan masyarakat Indonesia menanggapi peristiwa itudengan bangga. Sarkamon tidak menyetujui tindakan itu dan menolak dengan mentah-mentah.

"Mengapa anda tidak setuju dengan tanggapan masyarakat, Mon? Ini kan kabar yang baik. Kita harus bangga bahwa kreasi asli Indonesia meniadi go-international," tanya Sartono setelah melihat apa yang ditunjukkan oleh Sarkamon.

"Begini, Di.. Mengapa kita harus bangga ketika orang asing menggunakan produk asli bumi kita ini? Seharusnya, masyarakat menanggapinya dengan biasa saja. Orang asing lah yang harus bangga menggunakan produk asli Indonesia," jawab Sarkamon menjelaskan ke tidak setujuannya atas tanggapan masyarakat.

"Oh.. Jadi begitu, Mon. Tapi begini, bagaimana tidak bangga atas produk sendiri? Itu secara tidak langsung membuang kecintaan masyarakat tentang produk sendiri," Sartono bertanya lagi.

"Lho, kok jadi begitu pikirmu, No? Wah, itu tambah melenceng dari penjelasanku," kata Sarkamon. "Begini lho, No.. Kebanggaan yang dimaksud perkataan tadi itu bukan mengenai produksinya. Tapi kebanggaan ketika produk Indonesia sudah diakui oleh asing. Diakui bukan berarti diklaim," jelas Sarkamon.

Sartono diam. Dia memikirkan pendapat Sarkamon. Sarkadi hanya melihat mereka berdua berdialog. Dia tidak tahu apa-apa tentang permasalahannya. Soalnya, ketika dialog itu dimulai, dia pergi ke kamar untuk menelepon orang yang dia dekati. Selang beberapa waktu, pertandingan dimulai kembali.

Pertandingan antara dua klub raksasa inggris itu memang seru. Tapi tidak seseru pergolakan hati Sarkamon. Dia masih memikirkan bagaimana cara membumi hanguskan ketidakpedean masyarakat Indonesia. Banyak sekali problema-problema yang menunjukkan bahwa bangsa Indonesia bukanlah bangsa yang pede.

Contohnya saja, dalam pendidikan bahasa. Ketika seorang peserta didik tidak dapat berbicara dengan bahasa asing dengan lancar, peserta didik yang lainnya malah menertawakannya. Lain halnya ketika seorang peserta didik tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik, yang lainnya malah membiarkan. Dan yang lebih mirisnya, orqng yang tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik itu tidak.malu dan menyesal. Ini adalah bukti nyata bahwa bangsa Indonesia masih belum pede.

Seharusnya, orang yang tidak dapat berbahasa Indonesia dengan baik itu malu dan harus sadar bahwa Bahasa Indonesia adalah bahasa yang harus mereka kuasai. Memang terlihat hebat ketika seorang rakyat Indonesia dapat menguasai bahasa asing. Risikonya, mereka harus cakap berbahasa Indonesia.

Apa yang dimiliki Indonesia adalah milik kita. Kita harus memanfaatkan dan menjaga semua itu. Tidak sedikit klaim negara asing tentang apa yang yang benar-benar milik Indonesia. Itu sebenarnya gara-gara ketidakpedean generasi Indonesia untuk melestarikannya.

Indonesia adalah negara yang paling kaya. Semua ada di Indonesia. Tapi mengapa masyarakat tidak dapat menggunakan kekayaan itu? Karena ada faktor yang pesimis dengan kinerja rakyat Indonesia.

Ketika sudah seperti ini, seharusnya kita sebagai masyarakat Indonesia harus bisa membuktikan bahwa kita adalah masyarakat yang pede. Sehingga, kita sudah tidak mengenal lagi kata impor. Yang kita tahu hanya kata produksi dan ekspor. Kita harus yakin, bahwa kualitas produk Indonesia adalah yang terbaik.

Sudah bukan zamannya lagi masyarakat Indonesia berjiwa konsumtif. Mereka harus berjiwa produktif. Dan menunjukkan kepada dunia bahwa masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang pede.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun