Mohon tunggu...
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Itsbatun Najih Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aku Adalah Kamu Yang Lain

Mencoba menawarkan dan membagikan suatu hal yang dirasa 'penting'. Kalau 'tidak penting', biarkan keduanya menyampaikan kepentingannya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Peran Lain Seorang Kiai Selain Mengajar Pesantren

16 Mei 2022   16:12 Diperbarui: 16 Mei 2022   16:25 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tidak lagi tercitra personal berilmu agama tinggi an sich, melainkan meluas sebagai pengusaha, pebisnis, bos. Wedaran kala kiai merupakan pebisnis menujukan argumen senyatanya urusan ukhrawi dan duniawi toh bisa melebur guna saling menopang.

Spiritualitas bisnis

Buku ini secara khusus memotret sosok kiai beserta pesantrennya di Pamekasan, Madura. Kiai, lebih-lebih pada masyarakat Madura, berkedudukan istimewa. Buku hasil penelitian lapangan oleh Zainal ini, memfokuskan para kiai yang berperan ganda. 

Tidak saja sebagai layaknya kiai pada umumnya, duduk menjadi pengasuh/pemimpin pesantren, melainkan pula duduk di kursi atasan berpunya karyawan. Peran ganda pada sang kiai ini selain masih dianggap janggal, juga menurutkan pertanyaan: seberapa kuat tautan relasi agama yang sakral berjumpa dengan profanitas ekonomi.

Tautan agama vis a vis ekonomi modern telah berlangsung lama. Secara khusus, pembaca mengenal tesis Max Weber perihal Teori Nilai lewat bukunya The Protestant Ethics and Spirit of Capitalism. Bagi Weber, ada keterkaitan erat faktor religiusitas pada aktivitas perekonomian. Oleh Zainal, bahwa keduanya tidak perlu untuk dihadap-hadapkan, saling menegasikan. Lantaran, agama nyatanya bisa masuk dan menjiwai pada etos dan etis praktik berbisnis.

Laku ekonomi-bisnis yang tidak dicampuri spiritualitas teranggap rawan eksploitasi kepada alam dan manusia/pekerja sebagai modal kapital. Agama dipandang memberikan injeksi spiritualitas yang mewujud pada memanusiawikan karyawan dan bijak pada sumber daya alam. 

Pertanyaannya: Sanggupkah sosok kiai yang berilmu agama tinggi mengejawantahkan laku spiritualitasnya pada manajerial praktik usaha/bisnisnya?

Atau, malahan predikat kiai berpotensi disalahgunakan untuk mengeksploitasi karyawan dan dalil pembenaran perusakan alam? Pada akhirnya, Zainal membabar bahwa interaksi agama dan ekonomi pada peran ganda sosok kiai ini, bisa berjalan selaras-harmonis meski tetap menampakkan banyak kekurangan di sana-sini. 

Dan, Zainal tak lupa menambal kekurangan-kekurangan tersebut dengan cukup baik. Dengan kata lain, Zainal mafhum bahwa tidak sedikit peran ganda kiai ini kurang berjalan seimbang; dengan kesibukan ekstra sang kiai mengurus usaha bisnisnya, melupakan pengajiannya.

Rampung membaca buku, ada pesan amat eksplisit kepada umat/masyarakat. Yakni, sesegera mungkin menibakan paradigma penting dan urgen untuk berbisnis alias berwirausaha. Plus, menganggap term ekonomi sebagai sebuah hal yang mesti dipelajari dan dipraktikkan; bukan ditinggal. 

Ekonomi merupakan salah satu topangan hidup untuk kemaslahatan umat itu sendiri. Ekonomi idealnya didudukkan pada terma yang sama dengan ilmu-ilmu lain, termasuk ilmu agama sekalipun. Antipati terhadap ekonomi serta praktik berwirausaha sebagai hal yang di luar urusan agama; anggapan demikian ini hanya akan menjadikan kesejahteraan umat menjadi sulit tercapai.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun