Buku tebal ini tidak hanya memotret studi kasus SARA di Sukabumi, tetapi juga diperkaya dengan wawasan keberagamaan dan keberbudayaan. Kesadaran dan kemafhuman atas pluralitas agama-etnisitas dan kesetaraan-kesederajatan suku perlu diutarakan terlebih dahulu sebagai kerangka pengetahuan di kultur masyarakat yang heterogen. Pembaca boleh jadi menyimpulkan bahwa provokasi dan konflik SARA tidak pernah lenyap bersebab minimnya kesadaran dan pengetahuan terhadap konsepsi keberbedaan diri terhadap liyan.
Keberlainan agama dan suku kerap melahirkan gap/kerenggangan. Diperlukan sebuah jembatan agar masing-masing pihak bisa saling berinteraksi  dan bekerja sama sebagai manifestasi fitrah makhluk sosial. Karena itu, buku ini membabar cara membangun jembatan untuk saling sapa-saling kenal. Sebuah jembatan panjang dan kokoh bersebut Komunikasi. Ujang merinci bentuk-bentuk komunikasi yang efektif sebagai bagian resolusi konflik atas SARA.
Pengarusutamaan komunikasi/dialog tidak saja terhadap lintas iman/agama, melainkan penting juga di internal umat itu sendiri terlebih dahulu. Buku karya akademisi UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, ini menyodorkan komponen kokoh guna membangun jembatan antara umat dan pimpinan agama pada sisi internal. Seakan-akan menjawab fenomena hari ini, mengapa petuah tokoh agama kurang ditaati lagi dan perlahan ditinggalkan umat/jemaatnya sendiri. Sehingga umat/masyarakat secara vulgar cenderung berani main hakim sendiri dan gampang terprovokasi. Temuan menarik lagi, provokasi-konflik SARA acap kali disebabkan kecemburuan sosial, ketimpangan ekonomi, dan banalitas politik praktis. Sementara agama dan kesukuan hanya dijadikan kedok atau sampiran.
Data buku
Judul: Komunikasi Lintas Budaya dan Agama
Penulis: Dr. Ujang Saefullah
Penerbit: Rosda, Bandung
Cetakan: Pertama, Agustus 2021
Tebal: 404 halaman
ISBN: 978-602-446-569-8
NB: Artikel resensi ini telah tayang sebelumnya di Koran Sindo, 12 Februari 2022.