Buku ini merupakan kumpulan tulisan seorang wartawan, Erik Purnama Putra, rentang tahun 2014 hingga Agustus 2020. Sebagian besar telah tayang di media massa. Tulisan Erik merupakan analisis beserta cerita-cerita nyentrik sejumlah perwira tinggi (pati). Kisah-kisah yang belum pernah teruar di media massa, ia masukkan di bukunya yang kedua ini. Cukup lama ngepos di Mabes TNI, membuat Erik punya modal tahu banyak sisi-sisi dunia ketentaraan yang jarang diketahui publik.
      Jika publik kerap membaca berita maupun analisis sejumlah wartawan soal dunia militer dengan kening mengernyit dan kemasan kaku, hal itu kiranya tidak demikian saat membaca buku ini. Erik mencoba menarasikan TNI secara serius tapi santai alias 'sersan'. Erik memang menyorot awas dinamika yang terjadi di tubuh garda terdepan pengawal NKRI. Sorotan Erik terbilang menukik dan mengandung kritik tajam. Namun, sekali lagi, amatannya tersebut ia babarkan dengan enjoi seperti mengobrol bersama teman.
      Erik menjuruskan tema besar berkait organisasi TNI. Yakni, adanya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi TNI. Isi Perpres berkorelasi dengan penambahan organisasi baru dan kenaikan jabatan untuk posisi tertentu. Muasal Perpres ini lantaran jumlah jabatan dan personel di struktur organisasi tidak seimbang. Perpres ini menjadikan Markas Besar Angkatan Darat (Mabesad), mesti berpunya enam jabatan baru bagi perwira tinggi (pati) bintang tiga. Pemekaran organisasi ini membuat struktur TNI AD terkesan tambun. Dan, validasi organisasi semacam ini seperti sebagai jalan pintas untuk menyerap pati dan pamen nonjob (halaman: vii).
Lebih lanjut, Erik berharap sorotannya menjadi perhatian pimpinan TNI guna menyempurnakannya. Dengan begitu, struktur organisasi TNI bisa lebih efektif dan efisien sembari tetap mempertimbangkan kesesuaian jumlah sumber daya manusia (SDM) di dalamnya. Oleh pemerintah, penumpukan pati nonjob tersebut disiasati dengan menaikkan status Komando Resor Militer (Korem). Dari 45 Korem yang ada di Indonesia, saat ini hanya 19 Korem berstatus tipe A, sisanya tipe B.
Sebagaimana diketahui, terdapat 500-an pamen dari tiga matra yang berstatus tidak memiliki jabatan. Matra Angkatan Darat menyumbang terbanyak lantaran memiliki personel paling besar. Dengan 'penggemukan' organisasi, diperkirakan bisa menyerap 150-200 pamen dan pati untuk menduduki jabatan tertentu (halaman: 102). Dengan kesan begitu, restrukturisasi organisasi TNI, oleh amatan Erik, masih ditunggu hasilnya. Yang jelas, 'gaya sersan' Erik, kebijakan tersebut bakal menaikkan anggaran negara; dan tentunya Kemenkeu dibuat pusing memikirkan masalah satu ini.
Erik juga menyoroti transformasi kekuatan TNI dengan melakukan pemekaran agar tidak terkonsentrasi di satu titik: Pulau Jawa. Reorganisasi melalui pembentukan struktur baru ini dipusatkan di Indonesia bagian timur. Langkah ini sebenarnya merujuk Perpres Nomor 10 Tahun 2010 dan Perpres Nomor 62 Tahun 2016. Dalam program prioritasnya, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto tancap gas dengan meresmikan pembentukan tiga satuan komando baru yang bertempat di Sorong, Papua Barat pada 11 Mei 2018. "Digesernya" kekuatan TNI ke wilayah timur membuat wilayah yang selama ini seolah kurang diperhatikan, kini memiliki armada baru yang siap menjaga saban titik rawan ancaman (halaman: 107).
TNI dan teknologi-informasi
Dalam bahasan Panglima TNI dan Media Sosial, Erik mengapresiasi betul siasat panglima TNI kala itu, Jenderal Moeldoko, yang terbilang aktif di media sosial pada kurun tahun 2014. Strategi ini terbukti lebih mendekatkannya kepada masyarakat. Jenderal Moeldoko boleh dikata pioner dalam soal ini. Bisa jadi langkah ini sebagai wujud tentara manunggal rakyat pada era digital. Begitu pun dengan akun media sosial Kemenhan; yang mulai naik pamor saat kementerian tersebut diduduki Prabowo Subianto. Media sosial senyatanya begitu riuh dan bisa dijadikan sarana efektif berinteraksi dengan warganet.
Perihal Prabowo kok bisa sampai menjadi menhan, rupanya Erik mengurai hal-hal menarik. Erik memerinci kronologinya sembari memberikan analisis yang boleh dikata tidak terduga di benak banyak kalangan. Maklum saja, Prabowo merupakan kompetitor Joko Widodo (Jokowi) saat nyapres. Walaupun sesuai bidang/passion-nya, bukankah masih banyak purnawirawan jenderal di barisan Jokowi yang 'seharusnya' lebih pas menduduki jabatan menhan?  Erik juga jitu 'menebak' siapa tokoh yang bakal menjadi kepala staf serta panglima. 'Tebakan' Erik tentunya berangkat dari analisis laiknya menggabungkan potongan puzzle.
Buku dengan tuturan mudah dipahami bagi awam militer sekalipun ini, dimaksudkan oleh Erik, sebagai upaya tetap menjaga profesionalitas dan semangat reformasi. Hal ini mengingat, hingga hari ini, TNI merupakan institusi yang amat dipercaya masyarakat. Satu hal yang menjadi kunci mengapa institusi militer ini secara cepat kembali menggaet hati rakyat pasca Orde Baru, menurut Erik, lantaran TNI dianggap benar-benar kembali ke barak dan ogah berpolitik praktis. Gelaran pilpres sejak 2004 hingga 2019 saat terjadi perang bintang dengan adanya kontestan capres para purnawirawan jenderal, TNI terbukti mampu menjaga netralitasnya. Sayangnya, Erik tampak luput membahas tantangan TNI yang lebih aktual, yakni persaingan teknologi informasi. Sejauh mana tentara kita bersiap mengantisipasi perang teknologi-informasi yang dampaknya bisa saja lebih destruktif ketimbang perang konvensional.