Mohon tunggu...
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Itsbatun Najih Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aku Adalah Kamu Yang Lain

Mencoba menawarkan dan membagikan suatu hal yang dirasa 'penting'. Kalau 'tidak penting', biarkan keduanya menyampaikan kepentingannya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Bukan Guru Sembarang Guru

27 Oktober 2017   09:56 Diperbarui: 27 Oktober 2017   10:21 288
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Data buku:

Judul: Pengembangan Guru Profesional

Penulis: Prof. Dr. Sholeh Hidayat

Penerbit: Rosdakarya, Bandung

Cetakan: Mei, 2017

Tebal: 978-602-446-049-5

Peresensi: Muhammad Itsbatun Najih*

Ada ribuan sarjana pendidikan yang dihasilkan perguruan tinggi di seluruh Indonesia saban tahun. Kita berharap para lulusan itu menguasai segala macam teori kependidikan. Sehingga kala terjun langsung di sekolah; mengajar di kelas dan berbaur dengan siswa, tak lagi gagap serta canggung. Dan, buku ini berikhtiar ikutserta mewedarkan keilmuan dalam sub kependidikan; berupaya menghadirkan sosok guru bersebut profesional.

Terlebih dahulu, buku tebal ini memaparkan rinci berkait kedudukan, tugas, peran, dan kompetensi seorang guru. Alhasil, diharap, guru lebih dahulu mengerti kejatidirian profesinya. Lantaran dalam dictum pengajaran modern, guru tidak lagi berkedudukan top-down; seperti labelisasi guru di masa lampau. Tapi, diidealkan relasi guru dan siswa merupakan sahabat belajar.

Guru setidaknya memiliki empat kompetensi: kompetensi kepribadian, kompetensi pedagogi, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Dengan kata lain, sang guru kudu berpunya kearifan sikap dan kedewasaan agar menjadi teladan bagi siswa. Guru wajib memiliki penguasaan materi pembelajaran beserta renik-renik administratif. Secara implisit, guru di zaman sekarang wajib berkecakapan dalam komputerisasi sebagai bagian integral tugas pengajaran.

Guru berpunya kompetensi sosial dimaksudkan agar ia mampu menjalin komunikasi efektif dengan orangtua siswa. Aspek ini penting dibahas mendalam mengingat fenomena kekinian menunjukkan ada penjarakan (gap) pihak sekolah, terutama guru dan orangtua. Tidak sedikit guru sekadar menyampaikan materi pelajaran sebagai basis asasi. Padahal, atributif profesional seorang guru juga ditilik dari bagaimana ia mampu menguar pelbagai kendala belajar si siswa kepada wali siswa.

Profesi bernama guru bermakna khusus dengan garis besar harus memperoleh pengakuan legal-formal. Banyak orang telah mengajar belasan tahun, tapi lantaran ia bukan sarjana kependidikan, maka tetap saja ia belum bisa dianggap "guru profesional". Legal-formal menandakan ia cakap teori-teori kependidikan yang telah mendapatkan standard kualifikasi dari perguruan tinggi melalui jalur kuliah. Konklusinya, ia bakal mendapat sertifikat profesi dan hak mengajar.

Seperti apoteker, dokter, wartawan, yang harus memiliki izin formal, guru pun juga bersifat demikian. Kurang patut seorang sarjana hukum lantas berposisi menjadi guru di sebuah sekolah meski ia terbukti mumpuni mengajar. Ia tetap harus terlebih dahulu mengantongi izin/sertifikat kebolehan mengajar dari perguruan tinggi. Aturan ini sejatinya merupakan jalan yang diambil Negara untuk menghadirkan guru-guru yang lahir-batin benar-benar menguasai aras pembelajaran, secara teori maupun praktik (hal: 175-255).

Seiring transformasi pendidikan dari zaman ke zaman, ada banyak perubahan cara pembelajaran yang mesti dikuasai guru. Aspek ini dimulai dari bagaimana guru merencanakan pembelajaran. Buku ini mengurai detail dan mendalam beserta paparan contoh-contah praktis agar guru secara mandiri mampu menyusun rencana pembelajaran di setiap mata pelajaran. Guru, dituntut pula berketerampilan dasar dalam mengelola kelas/pembelajaran. Langkah ini semata-mata agar rencana capaian materi pelajaran terlaksana optimal.

Buku ini secara lengkap menggabungkan antara guru sebagai aspek nilai dengan seperangkat keluhuran yang ada pada dirinya. Namun, itu pun mesti ditambah dengan berketerampilan yang bersifat komplementer atau aspek rigid-teknis administratif; yang bila ditinjau, keduanya bernilai sama pentingnya. Prosedural profesionalitas guru sangat dibutuhkan guna menghilirkan siswa andal. Lantaran guru adalah hulu, pedoman, dan patokan berhasil-tidaknya kegiatan sebuah pembelajaran.

Guru di era milenial seperti sekarang juga dituntut untuk berkarya melalui tulisan. Senyatanya menulis buku ilmiah atau menulis artikel di media massa cetak-elektronik masih menjadi kelemahan mendasar sebagian guru. Padahal, kecakapan ini perlu dimiliki. Selain sebagai salah satu prasyarat kenaikan pangkat, lebih dari itu, karya tulis merupakan brevet kehormatan seorang guru untuk mengabadikan dan mendokumentasikan pikiran dan cara-cara pengajaran inovatifnya yang dapat tularkan kepada guru-guru lain.   

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun