Mohon tunggu...
Muhammad Itsbatun Najih
Muhammad Itsbatun Najih Mohon Tunggu... Wiraswasta - Aku Adalah Kamu Yang Lain

Mencoba menawarkan dan membagikan suatu hal yang dirasa 'penting'. Kalau 'tidak penting', biarkan keduanya menyampaikan kepentingannya sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Bukan Absurditas Cinta Beda Dunia

6 Januari 2015   17:28 Diperbarui: 17 Juni 2015   13:42 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Data buku:

Judul: A Girls Who Loves A Ghost

Penulis: Alexia Chen

Penerbit: Javanica-Kaurama Buana Antara, Tangerang Selatan

Cetakan:November, 2014

Tebal: 551 Halaman

ISBN: 978-602-70105

[caption id="attachment_388830" align="aligncenter" width="300" caption="Sumber kover buku: http://fireheart-vadis.blogspot.com/2014/11/a-girl-who-loves-ghost-alexia-chen.html"][/caption]

Manusia tidak sendirian menjejak alam raya. Interaksi meluas berimpit dengan jalinan komunikasi terhadap makhluk tak kasat mata. Persinggunggan keduanya biasanya mewujud pada kepentingan-kepentingan si manusia itu sendiri:sihir, santet, pesugihan. Namun, Alexia Chen menyuguhkan ranah berbeda:tak menutup kemungkinan keduanya justru menjalin asmara.

A Girls Who Loves A Ghost menampilkan roman yang berjalan teratur, tertib. Ketertiban ini menuntun pembaca sedari awal mulai mafhum bagaimana alur cerita. Apalagi, kemakluman alur cerita sudah bisa ditebak semenjak membaca judul novel.

Berkisah tentang seorang lajang berumur 20-an tahun yang berpunya “bakat” semacam indigo. Mewarisi keahlian itu dari nenek buyutnya, Qi Yue. Suatu pagi Aleeta Jones, tokoh utama, terganggu oleh sesosok makhluk astral meminta tolong. Makhluk tersebut merupakan “arwah” seorang pengusaha muda berusia 23 tahun korban pembunuhan. Sang arwah dibuat tidak tenang. Ia wajib membongkar pembunuhannya sendiri.

Tidak, si arwah itu tidak menyelesaikannya sendiri dengan cara-cara konvensional semisal dengan menakut-takuti pembunuhnya. Tapi, ia melibatkan Aleeta. Hanya Aleeta yang bisa dijadikan mitra penyelesaian kasus itu. Dengan bakat indigo, Aleeta wajib membantu “roh penasaran” itu. Aleeta tak kuasa menolak lantaran bakal terus direcoki roh pengusaha itu dalam setiap gerak lakunya. Ada kebiasaan luhur Aleeta: mendoakan arwah korban kejahatan dengan harapan lekas tenang dan damai dalam alam keabadian.

Suatu pagi, Aleeta membaca berita mengenaskan tentang pembunuhan sadis bos muda keturunan Jepang, Nakano Yuto. Sejenak Aleeta hening merapal doa untuknya.Di sinilah komunikasi antar dua makhluk tersebut mencipta alur cerita. Ada semacam sinyal-sinyal bahwa hanya ada satu orang yang sahih bisa membantu merampungkan kasus pembunuhannya: Aleeta. Benih-benih cinta keduanya pun tumbuh seiring dengan perjalanan mereka dalam menelisik kasus pembunuhan tersebut.

Pecinta atau detektif?

Cerita misteri selalu menantang akal pembaca. Ada ambiguitas dan beragam paradoks yang menyiksa nalar. Tapi, novel misteri memang wajib mengandung hal-hal semacam itu. Pembaca bisa memafhumi tanpa berlantang: “cerita ini tak masuk akal”. Maka, apabila roh Yuto harus naik mobil, menaiki lift, menembus tembok; di saat lain bisa menghilang dan berpindah tempat sekejap mata kiranya dapat dimaklumi.

Sulit menentukan apa cerita yang ingin ditekankah di novel ini. Bila menarasikan tentang roman/asmara –seperti judul, toh hal itu baru bisa terbaca jelas di akhir-akhir novel. Yang terbentang pada 550 halaman lebih didominasi narasi investigasi kasus pembunuhan. Pembaca diajak menelusuri kronologis penyelidikan layaknya detektif. Sekali lagi: ini merupakan narasi (investigasi) yang teratur dan tertib. Tidak ada penceritaan yang melompat-lompat atau meletakkan kepingan misteri secara acak.

Merupakan novel tebal; sayangnya, Alexia terlalu gemar bermain deskripsi hingga teramat detail pada banyak bagian yang sebenarnya tidak terlalu penting. Investigasi cum cerita cinta akan lebih mendebarkan apabila Alexia bisa menjadikannya tak lebih dari 300 halaman dengan memangkas bagian-bagian dialog dan tokoh figuran yang diceritakannya begitu rigid. Kisah-kisah asmara tak begitu mendominasi. Hanya terkesan selipan. Sangat disayangkan, karena terma misteri macam itu sudah menancapkan kekuatan perihal keunikan cerita.

Novel yang berilustrasi apik itu hanya berkutat seputar rangkaian tahapan investigasi.Padahal saya mengandaikan novel penuh dengan rekaaan romantisme yang tak biasa; menceritakan liku-liku problematika bercinta dengan roh. Aleeta sedari awal dipotensikan bercinta dengan Ben, manusia nyata. Namun, Alexia justru “membunuhnya” secara cepat. Kiranya cerita akan semakin menukik nan mengasyikkan bila tertampil nuansa cinta segitiga.

Cinta dalam alur prosa kerap tak menihilkan eksploitasi cerita binal; sebagai bumbu penyedap. Agaknya, Alexia terlalu “nakal”. Ia menaburkan bumbu penyedap terlalu banyak. Tak sedikit rekaan narasi binal diaturkan begitu rinci dan disajikan dalam porsi yang terlalu banyak di bagian akhir novel.

Berjenis novel misteri. Mengambil tema hantu-hantuan. Tapi, Alexia dengan tekun menghadirkan sosok makhluk astral secara santai dan menghibur. Bulu kuduk pembaca bisa jadi enggan berdiri. Alexia berhasil mendesakralisasi cerita hantu. Menghadirkannya secara anggun. Alexia mengambil jalan berbeda dari lazimnya bentuk hantu-hantu dalam masyarakat Indonesia yang kerap tertampil kasar dan buruk melalui film dan sinetron.

Menolak latah happy ending

Alexia tampaknya sedang menancapkan dirinya sebagai novelis bergenre misteri. Membaca novel yang berbahasa Indonesia itu mengingatkan model tema yang sering dipilih oleh novelis dunia, Jostein Gaarder. Novel terbarunya yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia berjudul Dunia Anna, misalnya, juga menonjolkan sisi kemisterian. Namun, Gaarder memilih isu lingkungan; kelak pada tahun 2082, bumi menjadi sekarat dan hanya dijumpa kebun binatang virtual. Maka, kiranya menarik apabila Alexia meramu cerita-cerita misterinya selanjutnya dalam balutan tema-tema sosial atau padanannya agar novel genre misteri dapat lebih diterima lintas kalangan.

Di akhir novel, Alexia rupanya menambatkan problem berat: berbau filsafat laiknya novel-novel Gaarder. Tentang bagaimana mengakhiri narasi dari cerita mistiknya secara elegan. Novel percintaan umumnya selalu bermain aman. Ada happy ending alias Yuto dan Aleeta mesti bersatu untuk selama-lamanya. Tapi, tidak! Alexia menempuh jalan mengejutkan. Imbuhan filosofis berupa keberbedaan alamlah yang menyebabkan keduanya tidak bisa disatukan. Meski sebenarnya cerita bisa saja berakhir seperti itu. Bila Aleeta memaksa, akan lebih banyak problem yang bakal terjadi lantaran keduanya sudah berbeda fitrah dan kodrat. Demikian petuah dan terawangan nenek buyut Qi Yue.

Akhirnya, keduanya berhasil menguak pelaku pembunuhan. Yuto dibunuh mitra bisnis ayahnya karena menganggap Yuto bakal menggagalkan rencana busuknya untuk memperdayai bisnis Nakano Ryuichi, ayah Yuto.

A Girl Who Loves A Ghost bukan menceritakan keabsurdan cinta. Tak ada yang absurd dalam cinta. Karena cinta dapat melewati segala sekat. Kalau ada hikayat seorang pangeran mencinta perempuan jelata pernah terjadi, begitupun dengan ketidakabsurdan seorang manusia menjalin asmara dengan lelaki pujaannya meski berwujud roh. Baru terkata absurd bila Alexia memaksakan pasangan sejoli tersebut bersatu. Inilah substansi novel yang Alexia ingin sampaikan sekaligus menjadi pesan moral bahwa manusia berpunya dunia dan masalahnya sendiri. Begitupun dengan roh. Membiarkan keduanya di dunianya masing-masing adalah jalan terbaik.

Pungkas kata, Yuto berpamit menuju kedamaian ke alam baka. Sedangkan Aleeta harus melanjutkan hidup dan tentunya bakal bercinta secara “normal”: ke pelukan Ben, misal?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun