[caption caption="gambar : media.cleveland.com"][/caption]Manusia tak bisa dan tak akan berhenti berpikir karena hal tersebut adalah proses alamiah. Seperti halnya tagline UKM Penalaran Aku Ada karena Aku Berpikir. Proses berfikir merupakan hal yang paling esensial dalam lingkaran kehidupan manusia. Proses tersebut akan sangat menentukan bagaimana kualitas hidup manusia.
Kualitas berpikir manusia selalu merujuk pada apa yang disebut sebagai konsep berpikir kritis. Menurut Bayer (1985): Berpikir kritis adalah kemampuan (1) menentukan kredibilitas suatu sumber, (2) membedakan antara yang relevan dari yang tidak relevan, (3) membedakan fakta dari penilaian, (4) mengidentifikasi dan mengevaluasi asumsi yang tidak terucapkan, (5) mengidentifikasi bias yang ada, (6) mengidentifikasi sudut pandang, dan (7) mengevaluasi bukti yang ditawarkan untuk mendukung pengakuan.
Jika kita tela’ah satu persatu poin - poin yang disampaikan Bayer, kita harus punya kuantitas wawasan dan kuantitas pengalaman. Bagaimana kita bisa menentukan kredibilitas sumber tanpa membaca dari banyak sumber ? Bagaimana kita membedakan hal yang relevan dan tidak relevan pada saat ini tanpa mengetahui kaidah diakronis dan sinkronis? dll. Satu hal pasti bahwa konsep berpikir kritis tidak hadir melalui hal-hal instan.
Dalam proses berpikir kadang kita mengedepankan sisi materialistik. Apa yang saya dapat setelah menyelesaikan masalah ini ? Padahal belum tentu bisa menyelesaikan masalah tersebut. Kadang juga kita kurang percaya diri. Apakah saya benar-benar bisa menyelesaikan masalah ini ? Padahal sudah banyak membaca buku. Hal-hal tersebut sangat menghambat perkembangan kualitas berfikir kita.
Kadang kita juga berusaha untuk dianggap kritis oleh orang lain. Sehingga yang terjadi adalah kita terperangkap dalam suatu proses “pemaksaan” berpikir. Kalau kita tidak kritis seperti melakukan dosa besar. Hal tersebut membuat apa yang ditulis dan diucap adalah sebuah kalimat atau gagasan yang terlihat cerdas namun runtuh hanya dengan 1-2 bantahan. Wes mbulet, Nggedabrus pisan.
Perlu adanya perubahan mental bagi orang-orang ingin berfikir kritis. Menjadi kritis bukanlah tujuan kita dalam berpikir. Tetapi takdir yang diberikan Tuhan bagi kita yang konsisten dalam proses: belajar, bertanya, mengamati, menganalisa, dan mengambil keputusan. Kita mungkin bukan manusia yang berpikir kritis hari ini, mungkin bulan depan, tahun depan, 20 tahun ke depan ? Atau mungkin tidak sama sekali ? Ah, ngopi sek. Kog dadi aku sing mbulet.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H