Untuk halaman pertama itu, aku tak minta di ajari. Memang itu yang sempat kupelajari sebelum gojekan membuatku berhenti ngaji.
Satu masalah terlewati muncul permasalan lagi. Melihat sahabat ngaji pakai sarung aku jadi ingin bersarung. Tentu aneh kalau yang lain bersarung aku pakai celana sendiri. Sudah beberapa hari ibu janji dibelikan sarung. Tetapi tak juga aku melihat barang yang bernama sarung sampai ditangan. Alasannya Ibu belum ke pasar. Terpaksa ku keluarkan jurus andalan , merengek,”nangis gulung-gulung”.
Akhirnya sarung warna biru tua bercorak putih sampai pada tanganku. Walaupun kainya tipis “semrawang” tak mengurangi sedikitpun rasa senang. Yang kupikirkan saat itu yang penting punya sarung, titik !. Di saat aku mengingat momen itu lagi perasaan senang masih terasa sampai sekarang. Mungkin karena saat itu Ibu memberikanya sambil tersenyum.
Bersambung........
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H