Mohon tunggu...
Marcella Al Sakinah
Marcella Al Sakinah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Airlangga, Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Diplomasi Budaya "Years of Culture 2023" dalam Literasi Digital

4 Juni 2023   22:07 Diperbarui: 4 Juni 2023   22:13 243
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Marcella Al Sakinah Mancini 

Departemen Ilmu Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Airlangga, Surabaya

ABSTRAK

Pluralisme dan multikulturalisme kerap menjadi isu yang tidak pernah berhenti diperdebatkan terutama dalam fenomena hubungan internasional. Dengan latar belakang tradisi dan budaya yang berbeda di setiap negara, tentunya masing-masing negara tidak mau budayanya diklaim oleh negara lain. Sehingga setiap negara pasti akan melindungi budayanya agar keunikannya tetap terjaga. Namun, masing-masing negara juga akan terbuka untuk mengenal budaya negara lain dan belajar tentang beberapa hal dari budaya negara tersebut. Artinya, dua negara yang memiliki kesamaan yang besar dengan budaya satu sama lain maka dapat melakukan pemanfaatan budaya dalam berdiplomasi sebagai upaya untuk melindungi keunikan budayanya masing-masing dengan cara yang adil dan saling menguntungkan. Tulisan ini dibuat menggunakan pendekatan salah satu dari empat pilar Filsafat, yaitu Aksiologi. Tulisan ini juga akan menggunakan “Years of Culture 2023” sebagai studi kasus yang nanti akan dianalisis. Lantas, bagaimana pemanfaatan budaya dapat meningkatkan literasi di era digital saat ini? 

Kata kunci: Aksiologi, Budaya, Diplomasi, Filsafat Ilmu, Years of Culture.

Years of Culture 2023 antara Indonesia dengan Qatar akan menggelar kegiatan budaya di Qatar untuk menunjukkan kemampuan serta keunikan budaya di kedua negara. Salah satu tujuan utama diplomasi tahun ini adalah memajukan industri kreatif budaya melalui program residensi tiga bulan untuk para desainer Indonesia dan Qatar. Program residensi ini memiliki manfaat bagi desainer Qatar dengan melihat langsung desainer Indonesia dengan menonjolkan tradisinya mulai dari perhiasan, perajin besi, dan bordir. Terdapat juga para mentor yang dipilih dengan saksama sesuai dengan bidang masing-masing yang memiliki ciri khas dengan daerahnya, seperti Tasikmalaya (bordir) dan Sumba (kerajinan tangan). 

Dengan adanya Years of Culture diplomasi sebagai pemanfaatan budaya dapat dilakukan dengan mudah. Years of Culture 2023 yang diadakan pada 22 Maret 2023 lalu merupakan pertukaran budaya antara Indonesia dengan Qatar. Qatar melihat banyak kesamaan dengan budaya Indonesia yang sebagian besar penduduknya yang merupakan orang muslim sehingga Qatar merasa bahwa mereka dapat mempelajari hal dan ilmu baru dari budaya Indonesia. Dengan demikian, hal tersebut menunjukkan bahwa melakukan diplomasi pertukaran budaya memiliki beberapa urgensi yang nantinya akan dibahas lebih jauh dalam tulisan ini. 

Pemanfaatan budaya dalam berdiplomasi melalui Years of Culture rupanya tak lepas dari peran salah satu pilar Filsafat, yaitu aksiologi. Karena aksiologi merupakan cabang dari filsafat yang membicarakan mengenai orientasi atau nilai dan moral suatu kehidupan, maka aksiologi melahirkan etika dan estetika. Salah satu peran penting aksiologi dalam diplomasi pertukaran budaya ini adalah memastikan bahwa pertukaran budaya dan promosi warisan budaya dilakukan dengan menghormati nilai-nilai etis dan keberagaman budaya seperti toleransi serta penghargaan terhadap suatu keberagaman. 

Pengertian Diplomasi Budaya dan Hasilnya Melalui Program Pertukaran Budaya

Dalam bukunya yang berjudul “A Guide to Diplomatic Practice” Sir Ernest Satow (1998) mendefinisikan diplomasi sebagai penerapan kepandaian dan strategi pada suatu hubungan resmi antarpemerintah negara-negara berdaulat. Adapun pandangan dari ahli lain mengenai diplomasi, yaitu Hasyim Djalal (1990) dalam Prayuda & Sundari (2019) mengemukakan bahwa diplomasi merupakan usaha untuk meyakinkan negara lain supaya memahami dan mendukung pandangan dari suatu negara tanpa menggunakan kekerasan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa diplomasi merupakan penerapan strategi untuk meyakinkan pandangan supaya dipahami dan dibenarkan agar mendapat dukungan antarnegara berdaulat. 

Diplomasi terdapat berbagai macam, diantaranya ada diplomasi politik, diplomasi ekonomi, diplomasi militer, diplomasi kemanusiaan, diplomasi keagamaan, dan diplomasi budaya. Karena tulisan ini akan cenderung membahas diplomasi budaya, maka akan dijelaskan terlebih dahulu definisi dari diplomasi budaya. Menurut Islamiyah (2020) diplomasi budaya merupakan salah satu contoh utama dari soft power, yang didefinisikan sebagai kemampuan untuk meyakinkan pihak lain melalui budaya, nilai-nilai, dan ide alih-alih melalui kekerasan. Dalam konteks ini, melalui Years of Culture 2023 diplomasi budaya dilakukan melalui program tiga bulan residensi, yang diperuntukkan kepada para desainer. Dalam program tiga bulan residensi, desainer Qatar dengan melihat langsung desainer Indonesia dengan menonjolkan tradisinya mulai dari perhiasan, perajin besi, dan bordir. Terdapat juga para mentor yang dipilih dengan saksama sesuai dengan bidang masing-masing yang memiliki ciri khas dengan daerahnya, seperti Tasikmalaya (bordir) dan Sumba (kerajinan tangan). 

Melakukan diplomasi budaya pastinya juga membuahkan hasil, salah satunya adalah dapat memperkuat hubungan antarnegara. Selain itu, terdapat juga hasil positif lainnya, antara lain: 1) peningkatan pemahaman antarbudaya; 2) pembangunan hubungan antarbangsa yang menjadi lebih baik; 3) peningkatan citra dan pengaruh positif; 4) pelestarian dan promosi warisan budaya; dan 5) peningkatan keterampilan dan literasi budaya. Untuk meningkatkan literasi, dalam konteks ini yang dibahas adalah literasi budaya. Literasi budaya melibatkan pemahaman yang mendalam tentang aspek-aspek budaya seperti seni, musik, sastra, agama, bahasa, ritual, dan sejarah. Lantas, literasi budaya menurut Setiawan (2020) mengacu pada kemampuan individu untuk memahami, menghargai, dan berpartisipasi dalam berbagai aspek budaya. Ini melibatkan pemahaman tentang simbol, nilai, norma, tradisi, dan praktik yang ada dalam suatu budaya. Dengan demikian, literasi budaya merupakan kemampuan untuk memahami, mengapresiasi, menganalisis, dan mengaplikasikan pengetahuan mengenai kemanusiaan. 

Peran Aksiologi dalam Pemanfaatan Budaya untuk Diplomasi dan Meningkatkan Literasi

Aksiologi merupakan cabang dari filsafat yang membicarakan tentang orientasi atau nilai suatu kehidupan menurut Adib (2018). Sehingga, penerapan diplomasi budaya tentunya tak lepas dari peran aksiologi yang berhubungan dengan penggunaan ilmu dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia. Dalam konteks pemanfaatan budaya untuk diplomasi, aksiologi digunakan untuk memastikan bahwa pertukaran budaya dilakukan dengan menghormati nilai-nilai etis seperti toleransi serta penghargaan terhadap suatu keberagaman. 

Secara tidak langsung, filsafat ilmu juga memiliki peran dalam peningkatan literasi budaya karena kajian filsafat ilmu merupakan bagian dari literasi budaya yang dikemukakan oleh Suryawati (2020). Penerapan filsafat ilmu dalam meningkatkan literasi budaya membantu individu untuk mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang budaya, konteksnya, dan implikasi-nilai yang terkait. Adapun pemanfaatan budaya untuk meningkatkan literasi secara umum adalah dengan menyelenggarakan pertukaran budaya, pertunjukan seni, dan promosi budaya, sehingga masyarakat menjadi lebih akrab dengan nilai-nilai, tradisi, dan warisan budaya suatu negara. Hal ini berkontribusi pada peningkatan literasi budaya, di mana individu dapat memahami, menghargai, dan berpartisipasi secara lebih aktif dalam budaya tersebut. Literasi budaya meningkatkan pemahaman antarbudaya, membantu mengurangi stereotip dan prasangka, serta mendorong saling pengertian dan penghormatan antarnegara.

Pemanfaatan Budaya Diplomasi Melalui Years of Culture 2023

Years of Culture 2023 adalah sebuah inisiatif yang bertujuan untuk mempromosikan kesadaran dan apresiasi terhadap warisan budaya dan kreativitas di tingkat global. Dalam meningkatkan literasi di era digital, Years of Culture 2023 juga memiliki banyak dampak yang positif, salah satunya adalah Years of Culture 2023 dapat menyediakan platform dan program yang mendukung pembelajaran dan pengembangan keterampilan literasi digital bagi masyarakat. Ini dapat termasuk pelatihan, workshop, dan kegiatan edukatif yang mengajarkan individu tentang penggunaan teknologi digital, media sosial, pencarian informasi, evaluasi kritis, dan partisipasi aktif dalam budaya digital.

Selain itu, Years of Culture 2023 dapat menjadi ajang untuk mempromosikan dan mendorong konten budaya digital yang bermutu. Ini bisa berupa konten seni, musik, film, sastra, dan kreativitas lainnya yang tersedia secara digital. Dengan menyoroti dan mengakses konten budaya digital yang berkualitas, Years of Culture 2023 dapat membantu meningkatkan literasi budaya di era digital. Years of Culture 2023 rupanya juga memfasilitasi kolaborasi dan interaksi digital antara individu, komunitas, dan budayawan dari berbagai negara. Melalui platform digital dan kegiatan online, partisipan dapat berbagi pengalaman, pengetahuan, dan perspektif budaya mereka. Ini dapat meningkatkan pemahaman antarbudaya, mengatasi stereotip, dan memperluas wawasan individu dalam konteks budaya global. 

Kesimpulan

Setiap kegiatan atau peristiwa tentunya tidak lepas dari peran Filsafat Ilmu. Dalam Years of Culture 2023 filsafat turut mengambil peran melalui perspektif aksiologi yang mendasari bagaimana manusia harus bertindak. Diplomasi budaya yang dilakukan dalam Years of Culture 2023 merupakan pertukaran budaya antara Indonesia dengan Qatar. Melalui desainer Indonesia, desainer Qatar dapat melihat secara langsung desainer Indonesia dengan menonjolkan tradisinya mulai dari perhiasan, perajin besi, dan bordir. Terdapat juga para mentor yang dipilih dengan saksama sesuai dengan bidang masing-masing yang memiliki ciri khas dengan daerahnya. Dalam pelaksanaannya, Years of Culture 2023 dapat meningkatkan literasi di era digital, terutama dalam literasi budaya. Pemanfaatan budaya untuk diplomasi dan peningkatan literasi memiliki keterkaitan yang erat dengan aksiologi dan filsafat ilmu. Pendekatan yang berlandaskan aksiologi memastikan bahwa pemanfaatan budaya dilakukan dengan prinsip-prinsip moral yang diakui secara universal, sementara filsafat ilmu membantu dalam memahami dan menganalisis aspek-aspek budaya secara mendalam. Dengan demikian, keterkaitan ini berkontribusi pada pengembangan literasi budaya yang lebih baik dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun