Mohon tunggu...
Itha Abimanyu
Itha Abimanyu Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Akhir dari Dendam

23 Mei 2024   23:08 Diperbarui: 23 Mei 2024   23:22 335
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di sela-sela kesakitan itu, Lusi langsung menyerbu dengan masih membawa pisau di tangannya bermaksud untuk menusukku. Aku berhasil menghindar dengan membalikkan tubuh ke kiri. Aku yang terus berdiri namun kalah cepat, aku berhasil ditangkap. Lusi pun menghajar mukaku dan berhasil membuat darah keluar dari hidung dan lalu membantingku hingga terbaring.

"Hahaha. Ini adalah balasan karena kamu, kamu yang telah membunuh tunanganku. Ingat malam itu? Kamu bukan yang menabrak mobilnya sampai terguling ke jurang dan dia mati, padahal seminggu lagi kami akan menikah," ucap Lusi setengah menangis.

"Aku sengaja datang di kehidupanmu hanya untuk membunuhmu, untuk membalaskan dendam Adi tunanganku padamu, hahahaha ...," ucapnya lalu tertawa terbahak.

Sementara itu Lusi tetap mengarahkan pisau tersebut untuk melukaiku, sebaliknya aku bertahan agar pisau tidak mendarat ke bagian tubuhku. Tapi tiba-tiba ... jleb!!! Pisau akhirnya malah menancap di perut Lusi.

Aku pun terperanjat dibuatnya. Sekali lagi ini adalah suatu kesalahan. Apa yang aku lakukan? Aku pun mengangkat kepala Lusi dan mencoba untuk membuat dia terduduk. Lusi pun seakan ingin menyampaikan sesuatu padaku.

"Win, a-apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu ingin juga mem-membunuhku?" tanya Lusi dengan darah yang terus merembes dari perutnya.

"Lus, maafkan aku. Aku tak bermaksud melakukan ini. Tadi, aku, kau itu ...." Aku tatap Lusi yang mulai terengah-engah. Napasnya tak beraturan, darah dari perutnya tak henti mengalir deras.

"Win, aku hanya ingin membalas dendam atas ke-kematian Adi, A-Adi juga yang membawaku kemari, tapi kalau aku pun harus pergi menyusulnya a-aku rela, asal bisa bersama selamanya," ungkapnya dan seketika itu Lusi tak sadarkan diri.

Aku coba memeriksa nadinya tetapi benar-benar tak terasa lagi. Jantungnya pun tak berdetak. Lusi tewas pada saat itu. Aku menjerit menyesal. Air mataku pun terus mengalir deras seiring dengan darah Lusi yang melumar.

"Aaaaaah ...," pekikku kencang.

Sumedang, 23 Mei 2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun