Tampak sosok tinggi gelap membelakang, sontak membuatku kaget setengah mati dan cukup membuat kaki bergetar.
Masih kututup wajahku dengan satu telapak tangan kiri dan terus menunjuk ke arah kamar mandi. Lusi yang melihatku bertingkah demikian hanya terheran-heran.
"Ada apa? Apa yang kamu lihat?" tanyanya.
"Itu-itu ...," kataku sedikit gagap dan menunjuk-nunjuk ke arah kamar mandi.
Lusi pun berbalik cepat, tetapi sepertinya dia tak melihat sosok apa pun dari dekat kamar mandi itu. Dia lalu menenangkanku yang kian ketakutan.
Kejadian-kejadian aneh lainnya bermunculan dan sering terjadi dan aku sedikit bingung, Lusi tak pernah melihat apa yang selalu aku lihat.
***
Dua minggu sudah Lusi menemaniku. Sampai di suatu malam, setelah mendengar suara benda di dapur dan tak mendapati apa-apa, aku kembali ke kamar. Sebelum sempat masuk ke dalam kamar, suara lain ada di dalam kamar Lusi.
Kuperhatikan pintu kamar Lusi yang tepat berada di sebelah kamarku. Karena mendengar satu suara, perlahan gagang pintu kutarik lalu kubuka.
"Untuk apa kau asah pisau malam-malam begini?" tanyaku pada Lusi yang sedang duduk bersila sambil mengasah pisau.
Lusi berdiri melangkah maju dan mengacungkan pisaunya ke arahku sambil berkata, "Untuk membunuhmu."
Spontan aku kaget dan berlari menghindar, sedang Lusi mencoba mengejarku dengan membawa sebilah pisau itu, dan lalu aku terjatuh. Sementara dengan wajahnya Lusi yang penuh amarah, dia hendak melayangkan pisau ke arahku. Namun dengan gesit aku mengambil benda yang terdekat dari jangkauanku dan melemparkannya ke arah Lusi.
Lusi menjerit kesakitan, sebuah guci yang aku lemparkan pecah saat mendarat di wajahnya. Membuat darah terciprat hingga menutupi sebagian wajahnya. Segera aku berdiri tetapi Lusi lanjut meloncat ke arahku dan membuat kami jatuh, berguling hingga terhempas. Kami berdua jatuh tengkurap bersamaan.