Suara ketukan di daun pintu membuyarkan lamunan sesaatku. Kulepas headset yang sedari tadi menempel di kupingku namun tak tahu aku mendengarkan musik apa karena pikiranku pun entah ke mana.
Bangun dari tempat tidur dan lalu membuka pintu.
"Ayo, Re! Kamu ikut Ibu ke rumah Pamanmu. Karena Ayahmu tak ingin kau bersamanya," ucap Ibu sambil membuka almari pakaianku dan mengambil tas hendak memasukkan bajuku ke dalam tas itu.
Namun tiba-tiba Ayah datang dengan wajah penuh amarah.
"Apa-apaan kau ini, aku tidak rela jika anakku kau titipkan di Pamannya. Kau kan ibunya kenapa tak kau urus saja Rere selagi aku pergi." Ayah berkata dengan nada tinggi.
"Ayah ini kenapa? Toh Kamu pergi pun gak bakal balik lagi dan kamu tahu sendiri aku sibuk dengan urusanku dan tak bisa sepenuhnya memperhatikan anak kita," tukas Ibu dengan nada yang tak kalah tingginya.
Ya, Tuhan ... ada apa dengan semua ini, melihat ibu dan ayah yang tidak ingin hadirnya aku di antara mereka membuat air mata menyeruak seketika.
Aku berlari berhambur ke luar rumah, berlari dan terus berlari untuk tidak memedulikan mereka lagi.
"Buang aku jauh-jauh dari hidup kalian. Kehadiranku di antara kalian hanya dianggap parasit, benalu yang menjijikan. Aku orang yang sangat merepotkan untuk kalian ... benarkan begitu?" tanyaku dalam hati yang tak sempat aku ucapkan pada ibu dan ayahku.
"Aku ingin terbebas dari semua ini. Ya, aku butuh kebebasan, aku ingin kemerdekaan bagi perasaanku," hatiku kembali berucap.
Rumah yang bukan untuk tempat singgah takkan membuat aku nyaman karena hanya seperti penjara paling mengerikan.Â
Aku berlari dan terus berlari sampai entah, mungkin di tempat lain bisa aku temukan pelajaran.
Hanya waktu yang bisa menentukan aku pulang, kembali ke rumah atau tidak. Aku merasa segalanya sudah berbeda dan aku tidak akan pernah merasakan sia-sia, karena kuyakin ... Tuhan akan selalu ada untukku.
Sumedang, 22 November 2022