BEBASKAN RASAKU
Prang ... suara benda pecah membuat konsentrasi belajar jadi terganggu. Aku mendengar sayup-sayup ibu dan ayah bertengkar.
Aku sudahi aktivitas belajarku, memasang headset, menyetel musik dan lalu naik ke tempat tidur, pejamkan mata.
Sebenarnya ingin aku berteriak sekeras-kerasnya agar mereka tahu, betapa aku sudah muak mendengar pertengkaran mereka. Aku seperti orang gila, cukup melihat dan mendengar peristiwa, baik itu enak ataupun tidak.
"Aku lelah dengan semua ini, ya, Tuhan. Kapan mereka akan sadar, bahwa yang mereka perbuat telah menyakiti aku, anaknya," lirih hatiku berkata.
Pejamkan mata namun tak juga aku tertidur. Teringat ulasan Bu Siska, ibu guru cantik membahas tentang arti kemerdekaan.
"Di saat seseorang mendapatkan hak untuk mengendalikan dirinya sendiri tanpa campur tangan orang lain dan atau tidak bergantung pada orang lain lagi," jawab Bu Siska ketika seorang murid bertanya kepadanya.
"Sama artinya dengan kebebasan, ya, Bu?" tanyaku.
"Iya, jadi setiap individu memiliki kemampuan bertindak sesuai dengan keinginannya," lanjut Bu Siska menjawab pertanyaanku.
Namun bagiku, kebebasan adalah ketidakpastian, mungkin menyenangkan mungkin juga tidak. Karena aku masih hidup tetapi seperti orang mati, tidak bisa berbuat apa-apa.
Tok ... tok ... tok ....