Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Hobby

Sigit Susanto-Kafka

17 Desember 2024   15:00 Diperbarui: 17 Desember 2024   15:00 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel


Di dapur, mbakyu Mas Sigit didatangkan dari Kalimantan, bukan sekadar memasak ikan asin yang tidak asin dari Pontianak, tetapi untuk menikmati sastra juga. Dan tiap kali, SS akan mengundang satu dua jawara sastra. Warga setempat diundang untuk berjumpa tokoh. Sebuah perbincangan bersahaja yang berbobot. Sebut saja Eka Kurniawan, Remy Sylado, Korrie Layun Rampan, Saut Situmorang, Martin Aleida, pernah diundang ke sini.


Di Boja ada nama Mbah Djamali, yang kemudian diabadikan namanya menjadi Mbah Djamali Award, untuk memberi apresiasi kepada warga desa atas keterlibatan mereka di kegiatan-kegiatan di Boja. Tidak sekadar dipakai namanya. Mbah Djamali pernah diajak menikmati suasana ibukota Jakarta oleh Mas SS, termasuk naik bajaj dan ke Monas, waktu kami sama-sama pergi ke acara Kang Ubai, di Lebak.  


Dalam tiga tahun belakangan, Sastra Boja mengumumkan hadiah Kendal Lakon Award (KLA) 2024, kepada juara menulis lakon. Hadiahnya kambing etawa. Alasannya, karena di sekitar Boja ada wilayah pertanian, selain diilhami oleh cerita Die verwan dung karya Franz Kafka, dan Animal Farm-nya George Orwell. Ini KLA yang sudah ketiga kali. Pertama KLA 2022 untuk sayembara novel, kedua KLA 2023 untuk sayembara manuskrip puisi. Dan untuk hampir semua ini, Mas SS membiayai dari kantongnya sendiri. Tanpa prasangka, tanpa beban.

Sastrawan Boja
Sy kira SS adalah penikmat sastra serius tapi berhasil menerjemahkan sastra yang ceria dan bersahaja. SS menerbitkan buku seri catatan perjalanannya, Menyusuri Lorong-Lorong Dunia, yang pertama terbit tahun 2005, sampai yang ketiga. Ini kisah perjalanan keliling dunianya bersama istri tercinta, Claudia. Salah satu judul tulisan SS yang saya sebutkan di awal tulisan.


SS tinggal di Swiss selama 28 tahun. Ia tinggal di negara itu setelah menikah dengan Claudia, yang sehati dan sejiwa dengannya, dalam mencintai desa dan kesederhanaan. Setiap tahun mereka ke Indonesia untuk membaca dan melakukan kegiatan sastra. Tampaknya itu dilakukan dengan kegembiraan dan tanpa beban.

SS mudik tiap tahun. Dan tiap kali mudik, pasti berkegiatan sastra. Sebelum mudik tahun ini, tanggal 6 Desember lalu, saya baca tulisannya, kenapa tiap tahun dia tak pernah bosan mudik, dan nyantri sastra. Bahwa dia rindu menatap wajah-wajah orang sendiri. Gurat-gurat wajah berbalur keringat hangat dan kadang berdebu. Menonton orang Yogya lagi, yang menurut majalah Psikologi terbitan Swiss tahun 2014, orang yang berjalan paling lambat di dunia.


SS lagi mudik. Sebulan. Kembali nyantri sastra. Bikin dialog sastra semalaman bersama para pehikmat sastra Yogya. Dia sudah melakukan kegiatan ini hampir 30 tahun, tanpa bosan, yang 20 tahun di antaranya, membangun sastra bagi peradaban, di kampung sendiri. Sohibnya, Mas Krisna Diantha, menyebutnya sastrawan Boja. Dia mungkin tak terlalu peduli soal i


Sebentar lagi Heri akan mengirim buku esai tentang Kafka. Akan segera membacanya. Supaya bisa diskusi Kafka dengan Mas SS.  (is/17/12/24)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun