Kenapa orang Batak perlu menyebut marga saat berkenalan? Karena, dengan saling menyebut marga, dari situ akan terurai kekerabatan di antara mereka. Selanjutnya, mereka akan tahu posisi masing-masing dalam konsep filosofis sosial-budaya masyarakat Batak. Â Â
Misalnya begini. Ayah saya bermarga Siregar dan saya sebagai boru-nya, mewarisi marganya. Ibu saya boru Butarbutar. Kalau saya bertemu dengan seorang bermarga Siregar, kami masih akan saling bertanya lebih lanjut, Siregar apa, atau Siregar dari pucuk yang mana. Ada empat marga dasar Siregar. Dongoran, Silali, Siagian, Sormin. Â
Saya Siregar Dongoran. Di antara keempat pucuk marga Siregar masih sering tidak seragam. Ada yang mengatakan Dongoran itu si sulung, baru kemudian Silali, Sormin, Siagian. Saya mendapat informasi dari ayah saya bahwa Dongoran adalah bungsu dari keempat Siregar.Â
Selesai menentukan Siregar dari pucuk yang mana, pertanyaan kami selanjutnya adalah, Siregar sudut ke berapa, atau keturunan ke berapa. Maksudnya, dari pucuk pucuknya marga Siregar, dan Si Raja Batak (abad 13) saya keturunan yang keberapa. Ayah saya bilang, kami keturunan ke-16. Dari situ akan diketahui siapa yang berfungsi sebagai abang/kakak, siapa yang adik.
Setelah mengetahui itu maka dua orang yang baru kenal akan dapat menentukan sebutan antar mereka. Misalnya dia adalah kakak, tulang (paman), namboru (uwak, adik atau kakak perempuan dari pihak marga Siregar), dan lain sebagainya.Â
Itu sebabnya dalam kekerabatan orang Batak, orang yang usianya lebih muda dapat disebut Ompung (kakek/nenek) karena itu tadi, setelah diketahui posisinya, setelah ditarik asal-usul lebih dulu.Â
Bagi yang lahir dan besar bukan di Tanah Batak seperti saya, kekerabatan saat berkenalan itu, tidak bunyi. Saya mesti menghafat dan mengingat hubungan antar marga.Â
Yang mudah, kalau orang yang baru saya kenal bermarga Siregar atau marga Butarbutar, barulah kedua marga itu bunyi di dalam kepala saya.Â
Pada satu waktu saya mampir di kedai mi. Seorang tamu datang, laki-laki tinggi besar. Rupanya dia adalah kawan dari pemilik kedai. Mereka berbincang sebentar, setelah itu pemilik kedai memanggil pegawainya. Seorang perempuan muda, bertubuh kecil.
Lelaki tinggi besar itu menguluarkan tangannya dan menyebut marganya. Si perempuan kecil melakukan hal sama dan menyebut marga. Melihat pemandangan itu, saya kagum. Kekerabatan bagi orang Batak membuat siapa pun setara. Tak soal apa statusnya. Itu yang pertama dan terutama.Â
30 April 2024Â