Saya rasa Yesus paham bahwa tidak mungkin manusia berjaga terus, sementara istirahat dan tidur adalah fitur yang inheren dalam diri manusia. Lalu bagaimana kita dapat berjaga? Dengan melakukannya secara kolektif alih-alih secara individual. Ingat, Yesus menghimbau kita berjaga. Itu bukan sekadar tidak tidur. Bukan sekadar menunggu. Berjaga berarti bersiap dan menyambut.
Ketika Kerajaan Allah mendekat, para hamba saling mempersiapkan diri dan menyambut. Sementara tuan-tuan individualis akan terkapar -meski tidak tidur-, tidak mampu bergerak karena kehabisan daya.
Kitab Ibrani mengungkap visi Kerajaan Allah sebagai tempat peristirahatan. "Masih tersedia suatu hari perhentian, hari ketujuh, bagi umat Allah. Sebab barangsiapa telah masuk ke tempat perhentian-Nya, ia sendiri telah berhenti dari segala pekerjaannya, sama seperti Allah berhenti dari pekerjaan-Nya" (Ibrani 4:9-10).
Dalam hal ini seakan-akan di Kerajaan Allah manusia berhenti bekerja. Namun kerja adalah hakikat manusia yang telah dimandatkan oleh Allah pada waktu penciptaan (Kejadian 1:26). Saya meyakini bahwa kerja yang dimaksud adalah kerja yang, sebagaimana istirahat, telah tereduksi oleh kejatuhan manusia. Maka di Kerajaan Allah, manusia akan melakukan kerja dan istirahat yang sejati. Istirahat dalam kerajaan Allah kembali pada hakikat penggenapan kerja dan menjadikannya kudus.
Julius C. Adiatma, penggiat diskusi Selasaan
Surajiya, perupa dan tinggal di Yogya
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI