Ulinda
Aku merasa ada sesuatu yang salah. Ezra lahir normal, makannya bagus, jarang sakit. Puji Tuhan! Sampai usia enam bulan, belum pernah kudengar suaranya mengoceh dengan bahasa bayi, atau bertahan menatap mataku, lima detik. Ara tak khawatir dengan amatanku, malah tiap ke rumah orangtuanya, ia memamerkan kemampuan Ezra tengkurap, lalu membalikkan badan telentang sendiri, tanpa bantuan.
Setelah itu ia minta semua orang bertepuk tangan karena dianggapnya itu prestasi, padahal usia itu seorang bayi memang bisa melakukannya. Uniknya, seperti berusaha menyenangkan bapaknya, Ezra bersedia melakukan atraksinya, beberapa kali, dan semua anggota keluarga terhibur, dan ia menangis keletihan.Â
Sembilan bulan. Suara Ezra belum juga kudengar. Dia menolak mainan warna-warni, tak tertarik bunyi-bunyian.
Sejak tak lagi minum ASI, sepertinya ia suka dengan tekstur. Jemarinya akan mengelus-ngelus kulit wajahku, payudaraku, pakaianku, botol susunya, meraba dinding tempat tidurnya seperti merasakan sesuatu atau kesenangan di sana, setelah itu, seolah-olah selesai menganalisis, ia tersenyum-senyum kegelian, seperti tergelitik permainan atau perasaannya sendiri.Â
Dan dia masih belum bisa menatapku, lebih dari lima detik. Sengaja kuhadapkan wajahku ke wajahnya, tetapi spontan dia berontak, mencakar wajahku dengan tatapan marah, memalingkan wajahnya, dan kadang-kadang menangis, dengan sangat sedih. Air matanya mengalir, hidungnya merah, matanya sendu.Â
Ibu mertuaku bilang, itu turunan, karena Ara belajar bicara usia dua tahun  dan semuanya baik-baik saja. Motorik dan emosi Ara terbangun sempurna meski dengan cara berbeda dari rujukan.Â
Tetapi aku tak berhenti cemas. Seluruh doaku seputar Ezra dan Ezra, dengan bahasa dan frase-frase berbeda, kujelaskan kekhawatiranku, menarik belas kasihan Tuhan, agar Dia bertindak sesuatu, menyadari sesuatu. Tetapi waktuku bukan waktu Tuhan. Balasan dari Surga, sunyi. Â
Tak kuhitung berapa banyak aku membawa Ezra ke persekutuan-persekuan doa, ibadah-ibadah raya, namanya disebut dalam pokok-pokok doa keluarga dan teman-teman kami. Kami pergi ke pendeta yang tangannya memiliki karunia mengusir roh jahat, doanya ampun menengking segala setan, kepala Ezra diusapkan minyak urapan, berkali-kali, dengan penuh harapan, tetapi ... sunyi.Â
Aku dikuatkan dengan cerita seorang anak tuli dalam kitab suci, anak seorang perwira, yang disembuhkan Yesus, dan murid-muridnya bertanya, itu salah siapa, Yesus menjawab, itu bukan salah siapa-siapa, ia tuli agar nama Tuhan dimuliakan di dalam dia. Tuhan tahu segala kecemasanku tentang Ezra. Ia sedang bekerja dengan caranya yang misterius. Tenanglah, hai jiwaku. Tuhan di pihakku. Â Â Â
Satu kali Bi Irah, tukang masak kami, datang dengan Kiki, anak perempuannya, si lima tahun, yang menjaga Ezra berbaring di sofa, menunggu Ani yang membetulkan roda kereta dorong Ezra yang macet, hanya sebentar, tiba-tiba terdengar bunyi keras. Gedebug! Ezra jatuh! Ia terlentang di ubin, tidak menangis, seperti tak terjadi apa-apa.Â