Mohon tunggu...
Ita Siregar
Ita Siregar Mohon Tunggu... Administrasi - Pengarang. Pemetik cerita. Tinggal di Balige.

Merindu langit dan bumi yang baru.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Tragedi Cinta Dina dan Sikhem

26 September 2022   19:40 Diperbarui: 26 September 2022   19:42 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada suatu hari Dina

Melintasi Sikhem

Mencium kupu bunga kota

Wajahnya embun 

Matanya  bulan

Senyumnya ranum 

Sikhem tercucuk pandang gadis

Tertusuk panah cinta

Tergiur liur terpukul jantung

Limbung tak tahan 

Mari ke sotoh istana ayahku, adik 

Kota ini namaku

Gerizim gunung penghubung 

Langit bumi dan tarbantin

Pohon keramat 

Kediaman Asyera

Di bawahnya leluhurmu 

Bermezbah setelah hijrah  

Dina terpaut mulut Sikhem  

Teteskan madu tiada henti

Tangannya cengkeram lengan pemuda

Aku takkan kembali ke rumah ayahku

Sampai kau ceritakan tentangmu

Sebab sakit asmara aku

Pinang dia jadi istriku, seru Sikhem kepada Hemor

Sekarang kita keluarga, kata Hemor kepada Yakub

Yakub dan dua belas lelaki

Panas telinga mendengar 

Penghinaan suku tak bersunat 

Menginjak martabat 

Mari kita pura-pura sepakat 

Kenduri tujuh hari tujuh malam  

Mahar kulit khatan akil balig

Sikhem dan Hemor pulang ke kota 

Bergirang di pintu gerbang

Hari ini sejarah bangsa kita

Kitab-kitab mencatat

Kita beradab

Gemas dua lelaki Yakub 

Mengasah mata pedang 

Sepuluh lainnya

Menguatkan hati baja

Pada hari ketiga 

Lelaki Yakub merangsek kota 

Serupa pahlawan perang  

Pedang di dua tangan 

Simeon dan Lewi

Menebas laki-laki baru bersunat

Sepuluh lainnya

Menjarah kota 

Membawa pulang

Adik perempuan

  

Yakub, lihatlah

Langit hitam di atasmu

Tanah merah di bawahmu 

Kota Sikhem kini yatim

O Dina o Sikhem 

Kisah kalian bukankah

Kitab-kitab mencatatnya

15/1/19

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun