Krisis seolah berjalan layaknya manusia. Tahun 1997, kisis terjadi di Asia dimana Thailand dipercaya sebagai pemicu terjadinya krisis. Sekitar 3 tahun lalu krisis terjadi di Amerika, dimana penyebab utamanya adalah kredit property. Dan sekarang ini perhatikan dunia sedang tertuju pada Eropa. Negara-negara seperti Italy, Yunani, Spanyol, Portugal, dll telah terkena dampak dari krisis tersebut. Hanya Jerman yang mempunyai ekonomi yang sangat kuat dan tidak terlalu berdampak pada krisis eropa tersebut.
Negara yang disebut-sebut terkena dampak yang paling parah dalam krisis eropa adalah Yunani. Negara ini sejak tahun 1980an telah mengalami deficit anggaran belanja. Pada tahun tersebut, Yunani dikuasai oleh pemerintahan yang sosialis dimana pengeluaran pemerintah adalah sebesar 40 persen dari Produk domestic Bruto (PDB), sedangkan penerimaan adalah sebesar kurang lebih 20 persen dari PDB. Kejadian ini telah berlangsung lama hingga saat ini.
Dalam beberapa hal, pengeluaran tesebut digunakan untuk memenuhi unemployment benefit dan ini umum terjadi pada negara-negara maju. Unemployment benefit adalah bantuan yang diberikan oleh pemerintah pada rakyat yang tidak punya pekerjaan. Pengalaman penulis semasa berada di London tahun 2005. Kawan penulis yang sedang studi di Negara tersebut mengatakan kurang lebih bahwa untuk di Inggris pengangguran akan diberi bantuan oleh pemerintah sebesar 500 poundsterling (setara dengan 7 juta rupiah) setiap bulan. Pengalaman penulis waktu sekolah di Amerika, pengangguran disana juga ditanggung oleh pemerintah yaitu dengan diberikan kupon yang dapat ditukar dengan beras, susu, roti, dsb. Yunani juga melakukan hal yang sama, yaitu memberikan unemployment benefit yang cukup besar. Lalu bagaimana dengan penerimaan pemerintah khususnya pajak?
Dari sector ini, Yunani juga mengalami masalah. Yaitu banyaknya tax arears. Maksud dari tax arears adalah pajak yang dilaporkan pada pemerintah tetapi belum dibayarkan. Total tax arears adalah kurang lebih sebesar 4,5 milyard euro (atau sekitar 50,3 triliun). Angka sebesar itu adalah 90% dari total perkiraan pajak yang dapat didapat oleh pemerintah. Selain itu juga angka sebesar ini memberikan kontribusi sebesar 40% terhadap total pemasukan. Dapat dibayangkan bahwa persoalan tidak bayarnya pajaknya merupakan permasalahan yang cukup serius di negara tersebut.
Yunani menerapkan strategi pinjamandalam memenuhi kebutuhan pemerintah dan ini sudah berlangsung lama hingga saat ini. Tentu saja, pinjaman jenis iniberbasis pada bunga. Hingga tahun ini, total hutang Yunani mencapai 140% lebih dari total Produk Domestik Bruto. Sungguh angka yang sangat menakjubkan. Saat ini Yunani kebingungan untuk mengatasi hutang yang cukup besar ini. Inilah mengapa konsep bunga sangat tidak memberi keadilan bagi semua.
Oleh karena itu, Islam sangat menganjurkan keadilan untuk sesame. Apabila pihak satu mendapatkan keuntungan baik besar maupun kecil maka keuntungan tersebut akan dibagi dengan proporsi yang sama (sesuai dengan kesepakatan) pada pihak-pihak yang terlibat. Ini menunjukkan bahwa Islam sangat membenci eksploitasi seperti kasus Yunani diatas. Perlu diingat bahwa debitur (penerima hutang) yang tidak mampu bayar akan mempunyai bargaining power yang lemah dan cenderung untuk didikte oleh pemberi kredit. Dalam arti kreditur bisa menekan debitur untuk bisa melakukan apa saja yang diinginkan kreditur, misalnya renegoisasi hutang tetapi dengan tambahan bunga yang juga memberatkan debitur secara jangka panjang. Ataupun kreditur bisa minta debitur untuk menjual asset-aset penting (berupa perusahaan-perusahaan strategis seperti telekomunikasi, listrik, air dll) negaranya. Ini sungguh merugikan debitur. Oleh karena itu, agar kita terhindar dari praktek-praktek yang dapat yang mengakibatkan adanya eksploitasi, maka mari kita sama-sama beralih dari system yang berbasis bunga menuju pada system yang memberikan keadilan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H