Harta dalam bahasa arab (munawir,1984) disebut al-malatau jamaknya al-amwal. Harta (al-mal)  menurut kamus Al-muhith tulisan Al-Fairuz Abadi, adalah ma malakatahu min kulli syai (segala sesuatu yang engkau punyai). Menurut istilah syar’i harta diartikan sebagai salah sesuatu yang yang dimanfaatkan pada seseorang yang legal. Menurut hukum syara’ (hukum islam) seperti jual-beli, pinjaman, komsumsi, dan hibah atau pemberian (An-Nabhani, 1990). Berdasarkan pengertian tersebut, maka seluruh apapun yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan dunia merupakan harta. Uang, tanah, kendaraan, rumah perhiasan, perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil perikanan-kelautan, dan pakaian termsuk dalam kategori al amwal, harta kekayaan.[1]
1. Kedudukan Harta dan fungsinnya
Harta mempunyai kedudukan yang amat penting dalam kehidupan manusia. Harta (uang) lah yang dapt menunjang segala kegiata manusia, termasuk untuk memenuhi kenutuhan pokok manusia pangan,sandang dan pangan. Harta adalah termasuk kedalam lima kebutuhan pokok manusia yaitu memelihara agama, jiwa, akal, kehormatan (keturunan) dan harta.[2]
Harta Berfungsi untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah, sebab untuk ibadah memerlukan harta, misal kain untuk menutup aurat, bekal untuk melaksanakan ibadah haji, berzakat, shadaqah, hibah dan yang lainnya dan untuk  mengembangkan dan memperoleh ilmu, karena menuntut ilmu tanpa harta akan terasa sulit[3]
2. Management sebagai alat pengelolah zakat harta
Masalah zakat sudah berkali-kali diseminarkan oleh berbagai organisasi dan lembaga atau intansi. Ini berarti belum ada atau belum tau bisa mewujudkan suatu model dalam pengelolahan zakat harta yang bisa dijadikan pedoman.
Hampir semua orang islam tahu bahwa zakat adalah salah satu rukun islam yang lima, namun kita yakin bahwa hanya sebagian kecil yang membayar zakat. zakat juga harus dibagi-bagi secara komsumtif atau bisa cara lain sekirannya lebih bermanfaat. Menghadapi ketidak sesuain pengumpulan zakat di kalangan umat islam dan juga pendayagunaannya perlu kita coba beberapa kemungkinan
Ada kemungkinan bahwa selama ini kurang menggunakan pendekatan atau metode yang tepat untuk memasyarakatkan ajaran zakat di kalangan masyarakat islam yang berkewajiban membayar zakat. Ini meliputi metode da’wah dan pengajaran islam (sejak tingkat yang masih awal).
Setelah ada hasil pengumpulan zakat, pembagian zakat secara tradisional yang bersifat komsumtif tidak akan banyak membuahkan hasil. Dengan kata lain, masih sangat jauh dari usaha pengentasan kemiskinan. Sebab, begitu harta zakat didapat akan habis selesai dimakan. Belum lagi terhitung kalau tidak tepatan di dalam mengelolanya , baik oleh panitia maupun mereka yang dikategorikan berhak menerimannya. Oleh karena itu perlu kita coba pikirkan manajemen pengelolahannya, sehingga bisa lebih berguna dan tidak menimbulkan akses negatif.
Disini manajemen kita pakai sebagai alat untuk mengelolah. Kita perlu memanfaatkan saudara-saudara kita yang mempunyai keahlian dibidang khusus untk mengarap dan mengelolah zakat. Dengan cara yang tepat seperti fungsi dari seorang manajer
Planning, harus ditentukan goal yang ingin dicapai dalam waku tertentu dimasa yang akan datang dan apa yang harus dikerjakan untuk mencapai goal ersebut.
Organizing, harus ada pengelompokana kegiatan dan pembagian tugas terhadap apa yang dikerjakan dalam rangka mencapai goal tersebut.
Staffing, harus ada penentuan human resource yang diperlukan, pemilihan mereka, pemberian training dan pengembangannya.
Motivating. Pemberian motivasi dan arahan untuk menuju goal tadi
Controling pengukuran performance untuk mencapai goal yang telah ditentukan, penentuan sebab-sebab terjadinnya penyimpangan dari goal dan sekaligus usaha pelurusan untuk menuju goal yang ada. Dengan menggunakan fungsi manajemen tersebut, maka pengumpulan Zakat harta terprogram dan terencana dan tetap berlandasan untuk beribadah kepada Allah dengan Ikhlas.[4]
3. Tujuan pendayagunaan zakat
Memperbaiki taraf hidup,Pendidikan dan bea siswa, Mengatasi ketenaga kerjaan atau pengangguran, Program pelayanan kesehatan, Panti asuhan, Sarana peribadatan[5]
[1] Eko Suprayitno, Ekonomi Islam, Graha Ilmu,Yogyakarta,2005, hlm 44-46
[2] Qodri Azizy , Membangun Pondasi Umat,PUSTAKA PELAJAR,Yogyakarta,2004,hlm 131-134,142-144
[3] Addul rokhim, ekonomi islam perspektif muhammad SAW,stain jember press,jember,2003
[4] M. Hasbi Ash Shiddieqie, Pengamat Fiqih Muammalah, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1997
[5] M. Sholahudin. Asas-asas ekonomi, PT RajaGrafindo pustaka persada,jakarta,2007 hlm 40
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H