Harga Tiket Pesawat Turun Sebesar 10% Sambut Liburan Nataru: Siapa Yang Duntungkan Dan Siapa Yang Dirugikan?
Berita menyegarkan sekaligus janji manis datang dari Pemerintah: tarif tiket pesawat kelas ekonomi khusus penerbangan domestik beroleh diskon 10% dalam rangka menyambut Natal dan Tahun Baru (Nataru). Periode diskon ini dimulai dari 19 Desember 2024 hingga 3 Januari 2025 (sekitar 16 hari) dan rencananya diberlakukan di seluruh bandara seantero Nusantara.
Melalui kebijakan ini, Pemerintah memperkirakan akan terjadi penghematan buat para calon penumpang sebesar rata-rata Rp 150 ribuan per tiket.
Keringanan beban atau biaya liburan sekolah, liburan nasional atau liburan keagamaan ini, diyakini akan membawa dampak berantai kepada beberapa sektor, misalnya saja pariwisata domestik, termasuk perhotelan, jasa perjalanan/ tur, usaha makanan, minuman, suvenir di sektor UMKM, yang tentunya berpengaruh positip terhadap perekonomian Indonesia.
Pemerintah pun mengupayakan berbagai koordinasi dengan berbagai pihak, di antaranya:
1. Kementerian Perhubungan
2. PT Angkasa Pura Indonesia
3. Berbagai maskapai penerbangan
4. Operator bandara dan navigasi (AirNav indonesia)
5. PT Pertamina
6. Stakeholder (pemangku kepentingan) lainnya
Atas nama konektivitas, mobilitas, dan aksesbilitas, kebijakan ini pun ditetapkan berdasarkan rapat-rapat terbatas lintas kementerian ini. Maka demi membantu para pelancong Nataru dalam mengirit dompetnya, Pemerintah pun menginstruksikan langkah-langkah sebagai berikut:
1. penurunan fuel surcharge : 8% (jet) dan 5% (propeller)
2. korting PJP2U atau airport tax: 50%
3. korting PJP4U atau parkir pesawat: 50%
4. diskon harga avtur: 5,3% (7,5% - 10%) di 19 lokasi bandara
Siapa Yang Diuntungkan?
Tampak jelas bahwa penumpang (konsumen) adalah pihak utama yang diuntungkan.
Hukum permintaan, yakni jika harga turun maka permintaan akan naik, seakan tidak terlalu relevan, karena pada saat-saat kalender merah apalagi liburan panjang (long holiday) merupakan masa puncak (peak season) sehingga permintaan akan jasa transportasi memang dengan sendirinya akan melonjak, dengan atau tanpa harga tiket yang di-diskon (lebih murah).
Selama 16 hari masa diskon tiket tersebut, Pemerintah mengestimasi penghematan hingga Rp 472,5 miliar. Jumlah tersebut dikalkulasi dari sisi konsumen, tentunya. Lalu siapa yang menanggungnya?
Siapa Yang Dirugikan?
Pertanyaan ini terasa menggantung di awan.
Ada baiknya, Pemerintah menimbang kembali faktor dan isu, seperti:
1. Beberapa maskapai sudah lama mengeluhkan mengenai Tarif Batas Atas (TBA) dan Tarif Batas Bawah (TBB) - terutama TBA - yang belum dievaluasi ataupun disesuaikan (update) selama ini.
2. Rute menuju daerah destinasi wisata saat hari-H tentunya sangatlah ramai, berkapasitas penuh; akan tetapi pada perjalanan sekembalinya, penerbangan tersebut tidaklah sepadat sebagaimana kala keberangkatannya
3. Pihak yang terpengaruh (rugi) jika fuel surcharge dikurangi
4. Pihak penanggung rugi jika avtur ditekan di bawah harga pasar
5. Jam operasional musim liburan yang biasanya lebih panjang tentunya lebih menyibukkan pihak pengelola bandara
Karena itu maskapai hendaknya melakukan efisiensi semaksimal mungkin, namun tidak boleh mengabaikan keselamatan penerbangan dan kualitas layanan terhadap para penumpangnya.
Penutup
Kebijakan ini hanya temporer atau sementara saja sifatnya, alias tidak berkelanjutan, namun cukup mengusik sedikit rasa kesetaraan, karena moda transportasi lainnya seakan diperlakukan tidak sama. Tidak ada pengurangan harga tiket kereta api, bus, atau pun kapal laut.
Daftar Singkatan:
UMKM: Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
PJP2U: Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara (Passenger Service Charge)
PJP4U: Pelayanan Jasa Pendaratan, Penempatan, Dan Penyimpanan Pesawat Udara
Sumber:
Dirangkum dari berbagai berita
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI