Mohon tunggu...
Noverita Hapsari
Noverita Hapsari Mohon Tunggu... Lainnya - Seorang Kompasianer

“...aku menulis bisa jadi karena kedukaan-ku, atau ..mungkin juga akibat kesukaan-ku...”

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Plus Minus dari Kenaikan Harga BBM

6 September 2022   20:57 Diperbarui: 8 September 2022   10:51 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                                                                       

Tanggal 3 September 2022 menjadi semacam tonggak, yang mengingatkan akan keberanian pemerintah dalam mengambil langkah kebijakan fiskal yang tidak populer dan ditakuti para pemangku kebijakan selama ini, yaitu : menaikkan harga BBM!

Strategi berupa pencabutan subsidi (sehingga harga BBM naik) dan mengembalikan harga nasional pada harga pasar internasionalnya (harga keekonomiannya) ditempuh, walau dianggap mengabaikan penderitaan rakyat (no sense of crisis).

Harga Pertalite naik dari Rp 7.650 / liter menjadi Rp 10.000, Solar dari Rp 5.150 / liter menjadi Rp 6.800, dan Pertamax dari Rp 12.500 / liter menjadi Rp 14.500.

Apa saja sisi baik (plus) dan sisi tidak baik (minus) dari kenaikan harga BBM, akibat pencabutan subsidinya ini?

Kita mulai dari sisi kerugiannya. Dampak negatifnya antara lain:

1. Kenaikan harga komoditas BBM akan membuka ruang pada inflasi untuk merangkak lebih tinggi lagi.

2. Efek domino-nya akan menjalar pada semua sektor yang memiliki keterkaitan dengan BBM. Keterkaitan yang paling utama adalah di bidang transportasi. Padahal  transportasi dengan segala moda-nya begitu vital dalam aktivitas non bisnis maupun bisnis, yakni sebagai salah satu penentu variabel biaya/ cost, baik pada industri besar, kecil, maupun UMKM. Tak heran, inflasi seakan bergerak spiral karenanya.

Akibatnya, harga makanan minuman akan merambat naik, sebagai salah satu contoh. Margin atau laba para pelaku usaha menipis. Mereka terhimpit dilema, dengan pilihan : menaikkan harga dagangan atau mengurangi isi dagangan mereka (kuatitas dan kualitas).

3. Walau seakan aman karena sudah mengikuti mekanisme pasar internasional, namun komoditas BBM akan menghadapi tantangan atau gunjang-ganjing (volatility), ketidakpastian (uncertainty), ketidakstabilan, terutama berkaitan dengan kurs, kartel internasional, eksplorasi, maupun resiko geopolitik/ geopolitical risk (perang), geographical of risk (bencana alam), dan sebagainya.

4. Kenaikan BBM ini juga umumnya memicu keresahan yang berujung pada unjuk rasa, demo, yang saat ini sudah diprediksi lembaga/ institusi internasional, bahkan beberapa pihak sudah memdisainkan indeks pengukurnya, berupa Social Unrest Index)

Iklim bisnis yang tidak kondusif, akan berpotensi menyeret investor asing keluar beserta modalnya (semoga tidak terjadi).

5. Bantuan sosial (Bansos) BLT BBM sebagai pengganti subsidi BBM dalam jumlah uang tunai, tidak mudah dalam penerapannya. Uang tunai atau cash tidak kalah rentan dengan komoditas BBM, juga rawan penyimpangan, penyunatan jumlah, dan salah target.

6. Masyarakat yang pendapatannya cenderung stagnan (kecuali yang 'berhasil' memperoleh bansos) akan mengurangi jatah pendapatannya untuk kebutuhan lainnya, dikhawatirkan terutama pada porsi kesehatan, pendidikan, pangan.

                                                             

P l u s

Apa saja kebajikan dari kebijakan fiskal dalam bentuk kenaikan harga BBM ini?

1. APBN tidak jebol. Kita semua 'diajak' menyelamatkan negara kita tercinta ini dari jurang kebangkrutan, sekaligus juga agar kita tidak terbenam ke dalam lautan hutang yang lebih besar. Dengan demikian, Pemerintah terhindar dari 'Fuel Subsidy Trap', yakni alokasi subsidi yang terlampau besar namun amat dibutuhkan, setidaknya demi suatu kelanggengan atau kestabilan kekuasaan (?).

2. Menghilangkan adiksi (rasa kecanduan) akan nikmatnya subsidi. Selama ini bisa dianalogikan, bahwa kita ditraktir oleh pemerintah, namun dengan pelepasan subsidi ini berarti kita harus 'beli bensin' sendiri. Kita pun termanjakan.

3. Menghindari konsumsi BBM berlebihan.

4. Menghindari keengganan (malas) dalam melakukan pengembangan riset (R&D/ Research and Development) dalam ber-inovasi, misalnya teknologi termutakhir untuk mengirit penggunaan BBM.

5.  Mengkoreksi ketidakefisienan/ inefisiensi subsidi, karena diakui terdapatnya salah sasaran subsidi (misguided subsidy), yakni 90% subsidi BBM malahan menguntungkan 50% rumah tangga terkaya di Indonesia.

6. Mengedukasi rakyat secara tidak langsung, tentang situasi perekonomian internasional,  misalnya kenaikan harga minyak dunia, terdapatnya dampak negatif dari pandemi yang berkepanjangan, dan  tengah terjadinya invasi negara adikuasa (super power) Rusia ke Ukrania.

(Penting untuk menginformasikan bahwa harga bensin itu aslinya tidak murah lho..)

7. Mengembalikan tujuan utama subsidi: yakni khusus menyasar untuk menolong yang tidak mampu.

8. Memberikan waktu dan kesempatan pada Pemerintah di era selanjutnya, melaui instansi terkait untuk membenahi pengawasan subsidi lainnya (contoh Bansos), karena subsidi atau bantuan pemerintah dalam bentuk apa pun rawan penyelewengan, spekulasi, dan penimbunan.

9. Pengembangan sumber energi terbarukan mulai diseriusi. Hal ini memang sudah menjadi wawasan internasional, agar negara-negara mulai mengembangkan energi non-fossil (bukan minyak mentah maupun batu bara).

10. Menghilangkan distorsi harga BBM berikut dampak negatifnya (seperti penyelundupan BBM)

11. Subsidi BBM yang dihapuskan ini diganti dengan bansos, yang diharapkan dapat langsung menolong golongan berpendapatan rendah.

12. Menimbulkan kesadaran/ awareness GCG - SOE, berupa tuntutan atas keefisienan dari lembaga penyedia (supplier) BBM alias Pertamina (?) dan jejaringnya.

P e n u t u p

Kenaikan harga BBM yang seharusnya bertahap, subsidi tertutup, tuntutan atas keefisienan BUMN pemasok BBM beserta lembaga terkaitnya, atau juga perampingan badan usaha negara lainnya yang tidak berjalan efektif, kembali disorot untuk dijadikan sebagai solusi permasalahan di atas, di waktu sekarang dan mendatang.

Catatan:

Plus = kebaikan, kelebihan, kepositifan

Minus = ketidakbaikan, kekurangan, kenegatifan

Singkatan:

BBM: Bahan Bakar Minyak (Pertalite, dan sebagainya)

GCG: Good Corporate Governance

SOE: State Owned Enterprise

Bansos: Bantuan Sosial

BLT BBM: Bantuan Langsung Tunai bagi yang terimbas kenaikan harga Bahan Bakar Minyak

Sumber:

1. https://faisalbasri.com/2022/08/28/kebijakan-subsidi-bbm-menegakkan-disiplin-anggaran/

2. https://www.kompas.id/baca/opini/2022/09/04/penyesuaian-harga-bbm 

3. https://blogs.imf.org/2022/05/20/social-unrest-is-rising-adding-to-risks-for-global-economy/#

4.  https://www.eastasiaforum.org/2014/06/12/can-the-next-indonesian-president-escape-the-fuel-subsidy-trap/

5. Berbagai sumber media (Kompas, Koran Tempo)

                                          

     

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun