Iedul fitri, selalu ditandai dengan silaturahmi dan saling maaf memaafkan.
Tahun ini, saya kedatangan seorang kolega yang sukses. Beliau kandidat Doktor (S3). Kami, ngobrol ngalor ngidul penuh akrab. Akhirnya, sampailah pembicaraan pada nostalgia masa sekolah tempo dulu. Tidak dinyana, sang teman, dengan nada sinis dan penuh kebencian, membicarakan sosok guru yang dulu mengajarnya.
Saya kaget. Ada apa dengan sang teman? Fenomena inilah yang menarik untuk dikaji. Maka, saya buatlah tulisan ini.
Bahwa bangsa ini penuh sopan santun, adalah benar dan tak terbantahkan. Bangsa ini dikenal ramah dan murah senyum adalah betul, tak diragukan lagi. Namun, sayangnya, bangsa ini tidak memiliki budaya berterima kasih.
Mari kita lihat kasus berikut; di KRL, seorang anak muda yang duduk di kursi penumpang, melihat seorang Kakek yang berdiri. Sang pemuda, segera berdiri dan mempersilahkan Kakek untuk duduk. Kakek segera duduk. Lalu, mengucapkan kalimat terima kasih. Betulkah yang dilakukan sang Kakek?
Ucapan terima kasih, yang diucapkan sang Kakek. Hemat saya, hanya bentuk sopan santun saja. Belum pada kondisi terima kasih yang sesungguhnya.
Kapan terima kasih sang Kakek terlihat? Akan terlihat, Ketika sang Kakek tiba pada stasiun tujuan kelak. Ketika, Kakek berdiri dan spontan meninggalkan tempat duduknya. Maka, Kakek tersebut, tidak mencerminkan terima kasih pada sang pemuda.
Namun, berbeda jika, sang Kakek sebelum berdiri, memperhatikan penumpang sekelilingnya. Mencari orang tua lain, atau wanita hamil, atau wanita lain. Kemudian, mempersilahkannya untuk duduk menggantikan posisinya. Maka, ketika itulah dapat disimpulkan, sang Kakek sudah berterima kasih pada sang pemuda tadi.
So, meskipun ucapan sama. Namun, terima kasih yang pertama, hanya pada aspek sopan santun. Sedangkan perilaku di akhir perjalanan, pada stasiun tujuan sang Kakek. Memperlihatkan sikapnya, apakah berterima kasih, atau hanya pandai ber "lips service" saja.
Kembali pada teman saya. Soal protesnya pada sang mantan guru. Secara pribadi, saya dapat mengerti. Namun, prilaku yang berhenti pada protes saja. Justru, merendahkan dirinya sendiri. Sang teman, bukan saja tidak memiliki sopan santun, juga tidak pandai berterima kasih.
Bukankah, dia sekarang "besar". Karena, ilmu yang diberikan sang mantan Guru (disipilin ilmu yang dia tekuni sekarang, domain ilmu yang diajarkan guru yang dia protes).