Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Menapak Jalan Sunyi, Apa Pula Itu

4 Juni 2019   03:46 Diperbarui: 4 Juni 2019   04:00 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perjalanan selanjutnya, ke Maumere. Medan yang cukup menantang, mengisyaratkan saya untuk berhati-hati dalam memacu sepeda motor. Karena jarak yang akan saya tempuh, saya tidak tahu persis berapa kilometer, waktu yang dibutuhkan, juga, saya tidak tahu persis.

Kelak, ketika saya tiba di rumah, di Banten, baru saya tahu. Ternyata, saya butuh waktu dua Minggu perjalanan, untuk menyelesaikan prosesi jalan sunyi itu.

Sejumlah tulisan sudah saya kantongi selama di Ende, di Maumere yang sebentar lagi jadi persinggahan, saya berharap demikian juga. Tak ada target waktu, demikian juga target kecepatan. Buat semuanya enjoy, fokus pada pencarian sumber data untuk menghasilkan tulisan bermutu. Demikian yang ada di kepala ini.

Di Larantuka, saya menemukan ruh dari prosesi jalan salib. Bagaimana peribadatan ini, sudah demikian berkalobirasi dengan adat istiadat lokal Larantuka. Sehingga, jikapun prosesi jalan salib dilakukan di luar Larantuka. Maka, rasa yang didapat, tidak akan sama dengan yang terjadi di Larantuka.

Dalam perjalanan kembali ke arah Barat, bagaimana saya harus tidur sendiri di pantai koka, saya menemukan cara minum orang pantai koka.
Juga, bagaimana ketika, saya bertemu dengan kelompok "Borjuis" yang dengan rombongan sepeda motor besarnya. Satu kata yang saya ingat. Kami datang untuk menikmati alam, sedang bapak datang (maksudnya saya) untuk mengetahui apa yang ada dibalik itu.

Di Bajawa, saya juga, menyaksikan bagaimana rukun dan damai dua agama besar di sana, Islam dan Kristen. Gereja dan Mesjid hanya dipisahkan jalan yang lebarnya tidak lebih dari enam meter.

Di Ruteng Pu'u, bagaimana kepala suku dengan bangga menceritakan jika mereka berasal atau dari Minangkabau. Namun, mereka juga bangga dengan agama Khatolik yang mereka anut.

Di Ende juga, saya dapat merasakan dan mengerti, mengapa inspirasi Panca Sila, bisa lahir dari sana, di bidani oleh Bung Karno.

Itulah jalan sunyi itu, jalan para penulis, bukan hanya dalam arti khiasan. Namun, juga dalam arti yang sesungguhnya, dalam realitas yang terjadi pada keseharian.

Dari perjalanan yang menghabiskan waktu dua minggu itu, dari catatan-catatan yang berhasil saya catat, sebagai pertanda saya telah melakukan perjalanan panjang, prosesi jalan sunyi, dari tangan saya, lahirlah buku yang saya beri judul "Menapak Tilasi, Jejak Bung Karno di Ende"

Masih tidak percaya, jalan sunyi, bukan hanya dalam slogan. Silahkan lakukan perjalanan seperti yang telah saya lakukan. Meski, tempat dan waktunya, tentunya tidak harus sama .
.
Wallahu A'laam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun