Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ramadan Dengan Nalar Terbalik

20 Mei 2019   20:30 Diperbarui: 20 Mei 2019   20:57 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ketika kita menahan lapar. Kita sedang belajar merasakan apa yang dirasakan saudara kita yang tak berpunya. Rasa yang akan melahirkan empati pada mereka. Rasa yang bukan dibalas dengan makan sekenyang-kenyangnya ketika berbuka. Tapi, dibalas dengan membagikan yang kita punya untuk mereka yang tak punya. Bukan hanya memberi dalam arti fisik, juga memberi kasih sayang, sebagaimana Allah telah lebihkan kasih itu pada kita.

Ketika, kita melakukan tarawih, itu artinya kita berusaha sedekat mungkin dengan Sumber Kebenaran itu, lalu dengan kebenaran yang kita peroleh dari Sumbernya. Maka, kita akan mewujudkan dan melahirkan kebenaran seperti yang telah dibuat dan dilakukan Sumber Kebenaran itu pada kita. 

KASIH SAYANG NAN TAK BERTEPI.
Inilah makna puasa itu. Makna yang dapat dilihat hasilnya, ketika kita keluar dari ruang latihan selama sebulan itu.
Jika kita serius mengikuti latihan itu. Lalu, kapan waktunya kita memikirkan untuk mengganti pakaian baru, mobil baru, rumah baru, berburu tiket KA, tiket PELNI, tiket Pesawat, dll? Masihkah terpikirkan untuk bermegah-megah pulang kampung, sebagai pertanda, kita telah sukses hidup di rantau.
Semuanya, tentu tak ada waktu lagi.

Selesai waktu pelatihan, yang ada, hanya rasa syukur, bahwa kita telah selesai mengikuti pelatihan. Syukur yang dibarengi rasa was-was, luluskah saya dalam pelatihan itu?

Sebuah pertanyaan yang jawabannya baru diketahui setelah bilangan bulan berikutnya. Jika, perilaku kita jadi lebih baik, empati pada sesama menjadi lebih baik. Maka, indikasinya kita lulus dalam pelatihan. Namun, jika tanpa perubahan yang signifikan, berarti, kita hanya larut dalam budaya yang datang setiap tahun.

Budaya yang melelahkan banyak pihak. Menimbulkan cost hidup lebih berat. Budaya yang membalikkan nalar sehat kita.
Bukankah, jika orang puasa, ada jeda dua belas jam untuk tidak memasukkan makanan dalam perut. Itu artinya, ada pengurangan konsumsi sembako. Lalu, mengapa permintaan sembako malah bertambah? Gak masuk akal kan?
Semoga kita, bukan termasuk mereka yang memutar balikkan nalar sehat, hanya karena melakukan ibadah puasa......InshaAllah

Wallahu A'laam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun