Mohon tunggu...
Iskandar Zulkarnain
Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... Administrasi - Laki-laki, ayah seorang anak, S1 Tekhnik Sipil.

Penulis Buku ‘Jabal Rahmah Rendesvous Cinta nan Abadi’, 'Catatan kecil PNPM-MPd', 'Menapak Tilas Jejak Langkah Bung Karno di Ende', 'Sekedar Pengingat', 'Mandeh Aku Pulang' (Kumpulan Cerpen) dan 'Balada Cinta di Selat Adonara' (Kumpulan Cerpen). Ayah. Suami. Petualang. Coba berbagi pada sesama, pemilik blog http://www.iskandarzulkarnain.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Transformasi Cinta

15 November 2018   08:45 Diperbarui: 15 November 2018   10:35 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dua orang dewasa itu, entah siapa yang memulai, sudah berpelukan erat. Pelukan dua orang dewasa, dua orang sahabat, tanpa nafsu. Hanya sebagai perwujudan dari rasa hormat, bagaimana pihak yang satu telah memberikan pengorbanan yang tidak kecil untuk pihak lain. Pelukan untuk rasa syukur, bagaimana impian-impian masa remaja mereka kan mampu kelak wujudkan, meski ada "modifikasi" didalamnya.

*****

Dua puluh tahun lalu.

Rumah tangga antara Hani dan Roman, sudah berjalan selama dua tahun. Kebahagiaan yang menjadi impian mereka, sesungguhnya nyaris sudah mereka raih sempurna. Jika saja, tanpa ganjalan-ganjalan yang sebenarnya, mereka ketahui sebelum pernikahan itu dilaksanakan.

Bagi Hani, ganjalan itu, ketika Bonar suaminya berbicara, suara yang keluar dari mulut itu, suara Roman. Agak menakutkan memang. Benarkah ini Bonar? Kalau bukan Bonar, siapa? Hasil operasi plastik yang dilakukan Roman demikian sempurna. Tidak meninggalkan jejak sedikitpun yang tersisa. Tapi suara itu? Suara Roman, bukan suara Bonar. Semua itu, membingungkan Hani, lambat laun membawa kelelahan psykis bagi Hani.

Bagi Roman, nyaris sempurna semuanya. Jika saja, dalam desahan-desahan Hani dipuncak kenikmatan pergumulan cinta mereka, Hani selalu saja meneriakkan nama Bonar. Mestinya, teriakan itu, menyebur nama Roman.

Dalam pesan-pesan singkatnya, ketika Roman keluar kota untuk melaksanakan urusan bisnisnya, hampir selalu, yang tertulis disana Bonar. Akh.... Secara fisik, aku memang Bonar, Han. Tapi jiwa ini, tidak bisa dioperasi plastik Han, aku masih Roman, yang selalu memujamu sepanjang hidupku, demikian jeritan bathin Roman.

*****

Kini, sudah dua tahun lamanya Roman terkena stroke, terbaring tanpa daya, tanpa mampu berbicara. Semua lumpuh. Kecuali mata dan pendengaran serta pikirannya.

Setiap kali Hani memasuki kamar mereka, Roman sadar. Ada rasa senang tidak terkira, ketika sang wanita cinta matinya itu datang, ketika Hani mengelus mukanya, juga menyentuh tangannya.

Namun, disaat yang sama, sayatan pisau yang dibawa Hani, segera mencabik hatinya. Sudahilah Hani, menyebut nama Bonar itu. Sayangilah aku Hani, cintailah aku sebagai Roman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun