Maka dalam nego-nego kecurangan dalam pekerjaan fisik, selalu berkisar pada kualitas. Apakah itu dengan cara mengurangi spesifikasi tekhnik material yang digunakan atau me-mark up anggaran.
Solusi dari masalah ini, tentu dengan memberdayakan Kader Tekhnis agar mampu membuat Design RAB, lalu ada PDTI yang mengoreksinya, diantara keduanya, ada Pendamping lokal Desa (PLD) yang mengetahuinya, dalam proses pembuatan Design RAB.
Ketika fisik dalam tahap pekerjaan, maka peran PLD akan semakin dominan dalam rangka membantu PDTI. Lalu, bagaimana memaksimalkan peran PLD, jika PLD yang diangkat seluruhnya tidak memiliki latar belakang tekhnik? Tidak ada pelatihan bagi PLD yang khusus membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan tekhnik. Â Akibatnya, ketika proses pekerjaan yang luput dari pengawasan PDTI dan dihadapkan pada PLD, terbuka lebar kemungkinan untuk "main mata" yang ujungnya terjadi bocoran dana desa. Â Â Â
Lima, Kebijakan yang Ngawur.
Kebijakan yang diambil kemendesa tentunya memiliki tujuan baik. Namun, jika kebijakan itu digeneralisir secara Nasional, tanpa melihat kekhasan masing-masing kondisi daerah, tentunya tidak mencapai dan memenuhi harapan yang ingin dituju. Bahkan dapat dikatakan ngawur.
Contoh kebijakan yang ngawur itu, tentang pembuatan Embung. Apalagi, jika dihubungkan dengan target waktu yang sangat mepet.
Untuk membuat Embung, dibutuhkan kajian mendalam, berupa berapa luas lahan tekhnis yang dibutuhkan, bagaimana memastikan hasil yang diperoleh lahan akan tetap sama dengan ketika lahan belum dijadikan embung, bagaimana kontur tanah, elevasi tanah, curah hujan, luas lahan yang dapat dialiri oleh embung ketika terjadi kemarau, darimana sumber dana untuk maintenance embung dan masih banyak parameter-parameter lain yang menjadikan Embung sebagai sarana yang dapat digunakan secara terus menerus dan efektif sebagai sarana pendongkrak kepastian lahan pertanian yang diairi oleh Embung.
Tanpa kajian yang matang dan parameter yang digunakan memenuhi semua syarat yang dibutuhkan, maka pembuatan Embung hanya akan menjadikan pemborosan bagi Desa.
Embung sangat diperlukan, namun tidak semua desa butuh, tidak semua desa mampu membuat Embung dengan target tahun 2016 selesai semuanya. Pengingkaran terhadap hal-hal diatas, dapat disimpulkan, kebijakan yang dibuat sebagai kebijakan yang ngawur yang pada gilirannya memboroskan dana desa untuk hal-hal yang tak perlu.
Akhirnya, sekali lagi, jangan buru-buru lapor ke Polisi karna Kucing makan Ikan Asin kita, karena sesungguhnya, kesalahan belum tentu pada sang Kucing.
NB: Tulisan tentang kebocoran dana desa, akan dilanjutkan dengan pembahasan sumber kebocoran pada bidang yang lain. Seperti, BUMDES, Pelatihan dan Rakor.