Apalagi lagi sih yang kurang? Semuanya sudah lengkap. Dalam usia semuda itu, Harry telah memiliki segalanya. Mobil dengan merk terkenal, rumah di BSD dengan type besar, moge dengan harga yang untuk sebagian orang hanya menjadi khayalan. Lalu, apa yang kurang.
Jikapun disebut kurang, maka itu soal jodoh. Harry belum juga berumah tangga. Tapi, bukankah usia 34 tahun untuk seorang eksekutif muda, belum tergolong usia yang tua-tua banget. Masih banyak, bahkan ngantri wanita matang manggis dan gadis kinyis-kinyis yang menunggu untuk dipersunting Harry.
Tapi, bagi Harry bukan soal mereka yang ngantri itu, meskipun mereka seksi-seksi semua, bening-bening semua. Tapi, tak satupun mampu menghilangkan bayangan Nita. Kemana Nita? Begitu kuat bayangan itu menghantui Harry. Mata Nita itu, senyum Nita ketika bahagia, membuat Harry tak mampu untuk menoleh pada yang lain. Â
Akh... seandainya saja Harry tahu dimana keberadaannya. Paling tidak, kota dimana dia tinggal kini, Harry akan cari dan tapaki, inchi per inchi dari setiap jalan yang ada di kota itu.
Namun, dimana kota itu, apa nama kota itu? Tak satupun informasi tentang Nita yang dia ketahui. Semuanya gelap.
Keadaan semakin krusial, ketika ibu meminta Harry segera melepaskan masa lajangnya, setelah Yuli, adik bungsu menikah enam bulan lalu.
"Ibu ingin kau menikah Har" kata Ibu sore itu.
"Iya Bu... tapi belum ada yang cocok" jawab Harry.
"Ibu tahu siapa yang kau maksud, tapi bagaimana mencarinya?"
"Itulah masalahnya bu, kemana saya akan cari?" jawab Harry hoopless.
"Ibu punya  ide... Bagaimana kalau kau minta cuti?"