Sebaliknya, jika berlaku baik, taat beribadah, rajin mengeluarkan infak sadaqah, banyak memberi, maka rezeki akan mudah diperoleh. Jumlah rezeki yang diterima akan berlimpah, jikapun tidak berlimpah, maka akan ada barokah didalamnya. Artinya, rezeki itu akan cukup meski tidak berlebihan. Anak-anak akan sehat-sehat, sekolah mereka akan lancar saja, perilaku mereka menyejukkan jiwa dan menyenangkan untuk dilihat. Dalam keluarga ada ketenangan dan saling cinta.
Begitulah type saudagar, semuanya dihitung dengan untuk rugi.
Type ketiga adalah type Pecinta.
Pada type ketiga ini, semua pertimbangan pada type pertama dan kedua, semuanya sudah tidak masuk hitungan. Fokus perhatiannya, bukan pada Neraka dan Syurga, bukan pada untung dan rugi. Melainkan, pada apa yang harus dilakukan agar sang “kekasih” senang. Sudah tidak ada lagi pertimbangan kuantitas, yang ada lebih pada pertimbangan kualitas.
Ketika membaca al-Qur’an, pertimbangannya bukan pada berapa Juz al-Qur’an telah selesai dibaca. Melainkan, sudah sampai mana pemahamannya dari ayat-ayat yang dibaca itu, sudah berapa banyak dari yang dipahami itu, mampu dilaksanakan dalam kehidupan kesehariannya.
Ketika sang pecinta, melaksanakan shalat taraweh, pertimbangannya, bukan berapa rakaat taraweh harus dilakukan, sebelas rakaatkah atau dua puluh tiga rakaatkah. Melainkan, bagaimana cara taraweh dilakukan. Tukmaninahkah, bacaannya yang dibaca benarkah, hadirkah hati ketika taraweh dilakukan.
Ketika zakat dibayarkan, bukan berapakah nominalnya yang harus dikeluarkan. Melainkan, bagaimana cara mengeluarkan. Bukan mengundang sang penerima datang ke rumahnya untuk menerima zakat yang akan dia keluarkan. Melainkan, dia sendiri yang akan pergi mendatangi mereka yang berhak menerimanya. Karena, sesungguhnya, sang hartawanlah dalam hal ini, lebih berkepentingan dibanding mereka yang akan menerima. Bukankah, tujuan zakat itu, menebarkan kasih sayang, mengangkat derajat mereka yang kurang beruntung menjadi tersanjung. melupakan sejenak ketidak beruntungannya, ketika ada upaya rasa bahwa mereka dipersamakan dengan mereka yang beruntung.
Lalu, dimana letak kasih sayangnya, letak ketersanjungannya, ketika kaum tak beruntung ini datang mengantri ke rumah sang pemberi zakat? Bagai pengemis yang meminta belas kasihan. Konon lagi, jika harus ada korban jiwa dalam memperoleh hak yang semestinya memang harus mereka terima?
Lalu, dari ketiga type itu, manakah yang lebih baik? Saya tidak membandingkan mana yang lebih baik, hanya ingin mengklasifikasikan saja. Dimana saja posisi kita baik. Jika diantara kita ada yang mengatakan yang satu lebih baik dari yang lain. Silahkan saja, berusahalah untuk berganti posisi menuju posisi yang lebih baik menurut anda. Dan itu, juga baik…. Wallahu A’laam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI