Aku dan Lina, sama-sama satu kelas di SMP sekolah Missi, aku yang karena dianggap pintar, oleh kepala sekolah, diharapkan melanjutkan sekolah ke SMA De Brito, sedangkan orang tua menginginkan anaknya sekolah di Bandung, masuk kejuruan. Sedangkan Lina, sesuai dengan harapannya masuk SMA Stella Duce.
Perpisahan itu, tak terelakan. Hubungan kami yang awalnya masih inten dengan surat-suratan, akhirnya semakin menjauh sesuai dengan berjalannya waktu. Hingga ketika aku bertugas di luar Jawa, dari seorang teman, aku mendapat kabar kalo Lina sudah menikah.
*****
Sore ini, Wulan si anak Stella Duce itu akan datang ke tempat acara pameran yang aku terlibat di dalamnya. Tempatnya, kebetulan di Jogya.
Wulan, siapapun dia, bagiku merupakan benang merah yang menghubungkan dengan masa laluku. Aku akan berusaha berikan buku-buku yang telah aku tulis pada Wulan. Jika Lina tak mungkin membacanya, maka ada Wulan yang akan membacanya. Tokh, mereka sama-sama anak Stella Duce, meski terpisah dengan rentang waktu yang begitu panjang. Begitu pikirku, pemikiran yang sesungguhnya absurd dan lebay. Tetapi, bukankah cerita cintaku dengan Lina, juga kisah yang penuh aroma lebay. Cinta monyet yang menjadi kenangan panjang. Jadi, apa masalahnya.
*****
Matahari sudah mulai meninggi, pukul sebelas lewat empat menit. Jogya memang semakin panas saja. Aku yang duduk di depan Benteng Vredeburg, diseberang Istana Presiden merasakan hal itu. Sudah sejak sejam lalu, aku duduk menunggu kedatangan Wulan. Semalam, Wulan mengabarkan, jika dia ingin menemuiku.
“Ada hal penting yang ingin disampaikan Mas” begitu tulis Wulan. Sebenarnya, aku sudah tawarkan, mengapa tidak melalui telepon saja. Tapi, Wulan bersikeras untuk bertemu langsung. Jika saja Wulan tetap tidak nongol hingga pukul 14 siang nanti. Maka, aku akan pergi, karena Bus yang akan membawaku ke Jakarta, akan berangkat pukul 14.30 siang. Masih ada waktu tiga setengah jam lagi.
Tiba-tiba, aku melihat Wulan muncul berdua, bersama seorang wanita lebih separuh baya. Ibu Wulan kah? Wajahnya, dari jauh tak begitu jelas bagiku.
Jarak diantara kami, semakin dekat dan semakin dekat. Wulan kulihat menggandeng sang wanita dengan setengah memaksa. Dan….. MasyaAllah, benarkah penglihatan mata tua ini? Wanita bersama Wulan, adalah Lina.
Dengan riang, Wulan memperkenalkan wanita yang digandengnya itu, sebagai ibunya.