Dari sumber yang sangat dapat dipercaya, katakan saja beliau Ustad Abdullah.
Pada Muktamar NU di Jombang, sang ustadz, turut sebagai salah satu utusan dari sebuah daerah tingkat 2. Sang Ustadz yang “jenuh” dengan acara yang padat pada muktamar. Mencoba mengobati jenuhnya dengan makan nasi disebuah kedai kaki lima. Tanpa disadarinya, ada juga dua utusan lain yang makan disebelah tempat duduk sang ustadz.
Lalu, sang ustadz, tanpa dia sengaja mendengar percakapan sebagai berikut;
Utusan.1 (U1):”sudah ziarah ke makam Gus Dur kiyai?*”
Utusan.2 (U2):”Sudah kiyai, kemarin”
(U1):”Gus Dur memang hebat ya kiyai?”
(U2):”Bener, kelas Gus Dur, sudah sekelas dengan sunan, mungkin dialah sunan ke 10 itu”
“Kiyai berdua salah. Gus Dur adalah sunan kutub. Artinya sunan terakhir, tak ada lagi sunan setelah almarhum Gus Dur”. Begitu sanggahan penjual nasi terhadap ucapan U1 dan U2. Mendengar ucapan sang penjual nasi, kiyau U1 dan U2 bengong, lalu mengangguk, pertanda setuju dengan ucapan sang penjual nasi.
Selesai makan, ustadz Abdullah, lalu membayar apa yang dia makan pada sang penjual nasi dan pulang ke tempat beliau bermalam.
********
Dalam beberapa minggu ini, ustadz Abdullah dilanda kebingungan yang sangat-sangat. Saudara-saudara ustadz Abdullah dalam ormas yang sama dengan beliau, mengangkat seseorang dengan status santri sekaligus menobatkannya sebagai Sunan.