Dia Maujud, tetapi tidak melalui fenomena muncul menjadi ada. Dia ada, tetapi bukan berarti dari sesuatu yang tidak ada. Dia bersama segala sesuatu, tetapi tidak dalam kedekatan fisik, Dia berbuat tetapi tanpa konotasi gerakan dan alat. Dia melihat, sekalipun tak ada dari ciptaanNya yang dilihat. Dia hanya satu,sedemikian rupa sehingga tak ada sesuatu yang denganNya, Dia mungkin bersekutu atau yang mungkin Dia akan kehilangan, karena ketiadaannya.
Lihat, betapa Ali bin Abi Thalib (rahimahullah) demikian mendalam membahas pujian pada Allah di awal khotbahnya.
Hingga akhirnya, sangat wajar ketika Syekh Muhammad Abduh dalam kata-kata endorsnya pada Kitab Najh al-Balagah ini, menulis dengan kalimat “…kalau bukan karena terdorong oleh kewajiban mengenang jasa atau mensyukuri kebaikan, saya tak akan merasa perlu mengingatkan tentang kandungan Najh al-Balagah yang sarat dengan pelbagai seni kefasihan, serta keindahan redaksinya. Lebih-lebih tak ada tema penting yang ditinggalkannya. Tak ada pemikiran sehat yang diabaikannya.
Judul : Puncak Kefasihan (Najh al-Balagah)
Sumber Tulisan : Ali Bin Abi Thalib
Penghimpun : Syarif Radhi
Syarah : Syed Ali Raza
Penterjemah : Muhammad Hasyim Assagaf
Tanggal Terbit : Oktober 2003
Penerbit : Penerbit Lentera. Jakarta.
Tebal Halaman : XL + 853 hlmh
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H